Sebagai sebuah layanan profesional, layanan bimbingan dan konseling
tidak dapat dilakukan secara sembarangan, namun harus dilakukan secara tertib
berdasarkan prosedur tertentu, yang secara umum terdiri dari enam tahapan
sebagai, yaitu: (A) Identifikasi kasus; (B) Identifikasi masalah; (C)
Diagnosis; (D) Prognosis; (E) Treatment; (F) Evaluasi dan Tindak Lanjut.
A.
Identifikasi kasus
Identifikasi kasus merupakan langkah awal untuk
menemukan peserta didik yang diduga memerlukan layanan bimbingan dan konseling.
Robinson (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) memberikan beberapa pendekatan yang
dapat dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan
dan konseling, yakni :
Ø Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua peserta didik secara
bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan peserta didik yang
benar-benar membutuhkan layanan konseling.
Ø Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi
jurang pemisah antara guru pembimbing dengan peserta didik. Hal ini dapat
dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan
kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler,
rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
Ø Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran peserta didik
akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan
peserta didik yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi,
tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan
berbagai tindak lanjutnya.
Melakukan analisis terhadap hasil belajar
peserta didik, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau
kegagalan belajar yang dihadapi peserta didik. Melakukan analisis sosiometris,
dengan cara ini dapat ditemukan peserta didik yang diduga mengalami kesulitan
penyesuaian sosial.
B.
Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami
jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi peserta didik. Dalam
konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan peserta didik dapat berkenaan
dengan aspek : (1) substansial – material; (2) struktural – fungsional; (3)
behavioral; dan atau (4) personality.
Untuk mengidentifikasi kasus dan masalah peserta didik, Prayitno dkk.
telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah peserta didik, dengan
apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk
menemukan kasus dan mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi peserta didik,
seputar aspek : (1) jasmani dan kesehatan; (2) diri pribadi; (3) hubungan
sosial; (4) ekonomi dan keuangan; (5) karier dan pekerjaan; (6) pendidikan dan
pelajaran; (7) agama, nilai dan moral; ( hubungan muda-mudi; (9) keadaan dan
hubungan keluarga; dan (10) waktu senggang.
C.
Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan
faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah peserta
didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor penyebab kegagalan
belajar peserta didik, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put
belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar peserta didik, yaitu : (1) faktor
internal; faktor yang besumber dari dalam diri peserta didik itu sendiri,
seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi,
sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (2) faktor eksternal, seperti :
lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan
lingkungan sosial dan sejenisnya.
D.
Prognosis
Langkah ini dilakukan untuk memperkirakan apakah
masalah yang dialami peserta didik masih mungkin untuk diatasi serta menentukan
berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara
mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga.
Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu
dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait
dengan masalah yang dihadapi siswa untuk diminta bekerja sama guna membantu
menangani kasus – kasus yang dihadapi.
E.
Treatment
Langkah ini merupakan upaya untuk melaksanakan perbaikan atau
penyembuhan atas masalah yang dihadapi konseli, berdasarkan pada keputusan yang
diambil dalam langkah prognosis. Jika jenis dan sifat serta sumber
permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih
berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru pembimbing atau konselor, maka
pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu
sendiri (intervensi langsung), melalui berbagai pendekatan layanan yang
tersedia, baik yang bersifat direktif, non direktif maupun eklektik yang
mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut.
Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang
lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru
pembimbing/konselor sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih
kompeten (referal atau alih tangan kasus).
F.
Evaluasi dan Follow Up
Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah
seyogyanya tetap dilakukan untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan
(treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi
peserta didik.
Berkenaan dengan evaluasi bimbingan dan konseling, Depdiknas (2003)
telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan dan konseling
yaitu:
Ø Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh peserta didik berkaitan
dengan masalah yang dibahas;
Ø Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan
melalui layanan, dan
Ø Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh peserta didik sesudah
pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan
masalah yang dialaminya.
Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun
(2004) mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan
yang telah diberikan, yang terbagi ke dalam kriteria yaitu kriteria
keberhasilan yang tampak segera dan kriteria jangka panjang.
Kriteria keberhasilan tampak segera, diantaranya apabila:
Ø Peserta didik (konseli) telah menyadari (to be aware of) atas
adanya masalah yang dihadapi.
Ø
Peserta
didik (konseli) telah memahami (self insight) permasalahan yang
dihadapi.
Ø
Peserta
didik (konseli) telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri
dan masalahnya secara obyektif (self acceptance).
Ø
Peserta
didik (konseli) telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).
Ø
Peserta
didik (konseli) telah menurun penentangan terhadap lingkungannya
Ø
Peserta
didik (konseli) telah melai menunjukkan sikap keterbukaannya serta mau memahami
dan menerima kenyataan lingkungannya secara obyektif.
Ø
Peserta
didik (konseli) mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan,
mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.
Ø
Peserta
didik (konseli) telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha perbaikan
dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan
dan keputusan yang telah diambilnya.
Sedangkan kriteria keberhasilan jangka panjang, diantaranya apabila:
Ø Peserta didik (konseli) telah menunjukkan kepuasan dan kebahagiaan dalam
kehidupannya yang dihasilkan oleh tindakan dan usaha-usahanya.
Ø
Peserta
didik (konseli) telah mampu menghindari secara preventif
kemungkinan-kemungkinan faktor yang dapat membawanya ke dalam kesulitan.
Ø Peserta didik (konseli) telah menunjukkan sifat-sifat yang kreatif dan
konstruktif, produktif, dan kontributif secara akomodatif sehingga ia diterima
dan mampu menjadi anggota kelompok yang efektif.
1 komentar:
makasih banyak infonya mas....
Have any question? Feel Free To Post Below: