1.
Pengertian Konseling dan Konseling Anaisis Transaksional
Konseling
merupakan hubungan timbal balik antara dua individu yaitu konselor dan konseli
untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungannya dengan
masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang (Sukardi dalam
Natawijaya, 1996: 21).
”Counseling is personal and dynamic
realationship between two people who approach a mutually defined problem with
mutual consideration for each other to the end that the younger or less mature,
or more troubled of the two aided to a self determined resolution of this
problem” (Wrenn dalam Walgito, 1997: 6). Dalam proses konseling ini
terlihat adanya suatu masalah yang dialami konselor atau konseli yaitu orang
yang mempunyai masalah dalam proses konseling. Konseli perlu mendapatkan
pemecahan dan cara pemecahannya harus sesuai dengan keadaan konseli.
Konseling
merupakan suatu proses yang terjadi dalam hubungan tatap muka antara seorang
individu yang terganggu, oleh karena masalah-masalah yang tidak dapat
diatasinya sendiri dengan seorang pekerja yang profesional yaitu orang yang
telah terlatih dan berpengalaman membantu orang lain mencapai
pemecahan-pemecahan terhadap berbagai jenis kesulitan pribadi (Maclean dalam Prayitno
dan Amti, 1999: 100).
Konseling
merupakan suatu proses dimana konselor membantu konseli membuat
interpretasi-interpretasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan,
rencana atau penyesuaian-epnyesuaian yang perlu dibuatnya (Smith dalam Prayitno,
1999: 100).
Menurut
Tolbert (dalam Prayitno dan Amti, 1999: 101), konseling adalah hubungan pribadi
yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui
hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan
situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri,
keadaannya sekarang dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia
ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan
pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan
masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang. Konseling
merupakan hubungan terapi dengan konseli yang bertujuan untuk melakukan
perubahan self (diri) pada pihak konseli (Rogers dalam Latipun, 2001: 5).
Berdasarkan
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa konseling adalah suatu proses
pemberitahuan yang dilakukan oleh konselor kepada konseli dalam suasana yang
harmonis, terbuka dan bertanggung jawab dengan maksud agar permasalahan yang
dihadapi konseli dapat diatasi.
Dalam
perkembangannya sampai dewasa ini banyak teori atau pendekatan dalam konseling.
Teori atau pendekatan dalam konseling terbagi dua kelompok pendekatan yang
berorientasi pada aspek-aspek kognitif dan afektif. Jenis teori atau pendekatan
konseling dan psikotherapi antara lain (1) terapi ”tingkah laku”, (2) terapi
”rasional emotif”, (3) terapi ”realitas”, (4) terapi ”client centered”, (5) konseling ”analisis transaksional” (Koesworo
dalam Corey, 1997: 7). Di antara pendekatan konseling tersebut, konseling yang
dilaksanakan dalam penelitian ini adalah konseling analisis transaksional
karena dapat digunakan untuk terapi individual dengan melibatkan suatu kontrak
yang dibuat oleh konseli yang dengan jelas menyatakan tujuan dan arah proses
terpai (Sukardi dalam Corey, 2003: 159). Sifat contractual proses therapeutic
therapies dan konseli untuk menentukan apa yang akan diubah agar perubahan
menjadi kenyataan konseli mengubah perilaku malas belajar secara aktif.
Analisis transaksional
berasumsi bahwa orang-orang bisa belajar mempercayai dirinya sendiri, sedangkan
menurut Rosydan (1994: 74) konseling analisis transaksional adalah konseling
untuk membantu individu agar pribadinya tidak terkontaminasi oleh status ego
anak dan status ego orang tua yang mempengaruhi kehidupannya di masa sekarang.
Berdasarkan
pengertian di atas dpat disimpulkan bahwa layanan konseling analisis transaksional
adalah suatu layanan konseling yang menggunakan pendekatan dengan sistem
kontrak dalam membantu konseli untuk mencapai perubahan tingkah laku. Konseling
ini berorientasi pada faktor pemahaman serta bersifat aktif, direktif, didaktif
dan merupakan proses belajar mengajar.
2.
Arah dan Tujuan Layanan Konseling Analisis Transaksional
Eric Berne
(dalam Sukardi, 1996: 132) mengemukakan empat arah yang ingin dicapai dalam
konseling analisis transaksional, diantaranya:
a.
Konselor membantu konseli yang mengalami
kontaminasi (pencemaran) status ego yang berlebihan.
b.
Konselor berusaha membantu mengembangkan kapasitas
diri konseli dalam menggunakan semua status egonya yang cocok.
c.
Konselor berusaha membantu konseli di dalam
mengembangkan seluruh status ego dewasanya.
d.
Konseling adalah membantu konseli dalam
membebaskan dirinya dari posisi hidup yang kurang cocok serta menggantinya
dengan rencana hidup yang baru atau naskah hidup (life script) yang lebih produktif.
Menurut Prayitno
dan Amti (1999: 113) tujuan konseling adalah untuk membantu individu membuat
pilihan-pilihan, penyesuaian-penyesuaian dan interpretasi dalam huubungannya
dengan situasi tertentu. Secara rinci konseling bertujuan agar kekuatanuntuk
mengatasi permasalahan serta memperoleh wawasan baru yang lebih segar tentang
berbagai alternatif pandangan dan permasalahan serta ketrampilan baru.
Menurut Harris
(dalam Corey, 2003: 168) tujuan konseling analisis transaksional adalah
membantu individu agar memiliki kebebasan mengubah respons-respons terhadap
stimulus-stimulus yang lazim maupun yang baru.
Menurut Berne
(dalam Corey, 2003: 169) tujuan analisis transaksional adalah pencapaian
otonomi yang diwujudkan oleh openemuan kembali tiga karakteristik: kesadaran,
spontanitas dan keakraban.
Tujuan yang
ingin dicapai dalam analisis transaksional yaitu adanya tingkat kesadaran yang
membuat seseorang mempunyai kemampuan mental untuk membuat keputusan-keputusan
baru berkaitan dengan tingkah laku ke depan dan arah yang akan dituju dalam
hidupnya (Holland dalam Raymond, 2003: 277).
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan konseling analisis transaksional
ialah untuk membantu konseli dalam membuat putusan-putusan baru yang menyangkut
tingkah lakunya sekarang dan arah hidupnya.
3. Fungsi Layanan
Konseling Analisis Treansaksional
Teknik
analisis transaksional juga memiliki beberapa fungsi yaitu: fungsi pemahaman,
fungsi pemecahan, fungsi perbaikan serta fungsi pemeliharaan dan pengembangan
(Depdikbud, 1996: 5). Dalam fungsi pemahaman, teknik konseling analisis
transaksional memberikan pemahaman kepada siswa akan pentingnya rajin belajar
dan kerugian akibat malas belajar. Fungsi pencegahan juga dapat disampaikan melalui
teknik konseling analisis transaksional. Misalnya, siswa dicegah untuk tidak
malas belajar. Dalam melaksanakan fungsi perbaikan, tekniks analisis
transaksional memberikan perlakuan berupa peneguran terhadap siswa yang malas
belajar. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan dapat dilakukan dalam teknik
konseling analisis transaksional melalui penyampaian informasi secara teratur,
sistematis dan berkesinambungan agar tercipta semangat belajar.
4.
Karakteristik Konseling Analisis Transaksional
Dewa Ketut
Sukardi (dalam Subandi, 2001: 74) menyebutkan adanya empat posisi dasar yang
menentukan kehidupan seseorang diantaranya:
a.
Posisi dasar pertama secara umum untuk menunjukkan
bahwa pada diri seseorang itu merasakan bahwa ia lebih rendah daripada orang
lain yaitu I’m Not Ok-You’re Ok.
Pada posisi
ini orang menganggap bahwa dirinya tidak memiliki kemampuan untuk mengemban
tugas dan orang lainlah yang lebih mampu daripada dirinya. Dalam penelitian ini
siswa merasa bahwa dirinya tidak mampu mengatasi permasalahannya.
b.
Posisi dasar kedua yang merupakan keadaan yang
lebih parah dan sangat berbahaya daripada posisi pertama, dan dipilih sebagai
posisi psikologis yaitu I’m Not Ok-You’re
Not Ok.
Orang yang
berada pada posisi ini menganggap dirinya dan orang lain tidak mampu mengatasi
permasalahan yang dihadapinya sehingga ia tidak bergairah dan tidak berdaya
untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Dalam penelitian ini siswa yang mengalami
tingkah laku malas belajar menganggap dirinya dan orang lain tidak mampu
mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Untuk itu dalam posisi ini siswa harus
menyadari bahwa dirinya sebenarnya memiliki potensi dan kemampuan untuk
mengatasi permasalahnnya sendiri walaupun akhirnya harus dibantu oleh guru.
c.
Posisi dasar ketiga ini menunjukkan adanya
kecenderungan pada diri seseorang untuk menuntut orang lain, menyalahkan orang
lain, mengkambinghitamkan orang lain dan menuduh orang lain yaitu I’m Ok-You’re Not Ok.
Pada posisi
ini orang cenderung mengkambinghitamkan orang lain untuk menutupi kelemahannya.
Dalam kaitannya dengan pengubahan perilaku malas belajar. Siswa cenderung
menyalahkan gurunya karena guru misalnya kurang terampil dalam mengajar, guru
kurang memperhatikan siswanya maupun orang tua kurang memperhatikan kegiatan
belajar yang dilaksanakannya di rumah.
d.
Posisi dasar keempat adalah posisi hidup yang
sehat dan menunjukkan adanya suatu balance
pada diri seseorang dan bersifat konstruktif, yaitu I’m Ok-You’re Ok.
Pada posisi
ini orang menyadari bahwa dirinya memiliki potensi dan kemampuan untuk
menghadapi permasalahan yang dialaminya, serta orang lain dipandang mampu
membantu menyelesaikan masalahnya dengan cepat. Dengan demikian layanan
konseling analisis transaksional dapat mengatasi perilaku malas belajar dengan
menerima semua bantuan yang diberikan oleh guru dalam rangka mengubah perilaku
malas belajar.
5.
Kelayakan Konseling Analisis Transaksional
Konseling
analisis transaksional layak digunakan sebagai salah satu konseling dalam
mengubah perilaku malas belajar karena teknik ini berprinsip bahwa manusia memiliki
daya kemampuan untuk menyelesaikan malasah yang dihadapinya. Hanya karena
kurang mendapat pengarahan dan bimbingan kemampuan itu tidak tampak.
Pada
prinsipnya individu diberi konseling secara sadar membuat kontrak pada dirinya
untuk mematuhi apa yang terkandung dalam kontrak tersebut. Misalnya siswa yang
mengalami perilaku malas belajar berjanji pada dirinya untuk merubah perilaku
malas belajar lakunya menjadi rajin belajar (Sukardi, 1985: 217).
6.
Prosedur Konseling Analisis Transaksional
Sebelum
melaksanakan konseling analisis transaksional ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi. Dusay dan Steiner (dalam Sukardi, 1985: 224) dan Wardani (1997: 180)
mengemukakan ada empat persyaratan yang harus dipenuhi dalam kontrak antara
lain:
a.
Terjadinya transaksi
Setelah konseli
dan konselor menyepakati transaksi berupa kesepakatan untuk saling membantu
memecahkan masalah yang dihdapi, konseli harus aktif menyampaikan
informasi-informasi yang berkaitan dengan permasalahannya.
b.
Pelaksanaan kontrak
Kontrak
yang berisi kesepakatan untuk mau merubah perilaku yang tidak baik menjadi baik
perlu dilaksanakan oleh konseli dengan pemantauan dari konselor dengan
mendorong konseli berusaha memanfaatkan potensi dan kemampuannya untuk
mengatasi permasalahannya sendiri.
c.
Adanya pengertian
Setelah
terjadinya transaksi dan pelaksanaan kontrak, hal yang perlu diciptakan adalah
adanya pengertian antara konseli dan konselor. Artinya konseli harus mengerti
dan menyadari atas bantuan yang diterimanya dari konselor sebaliknya konselor
merasa puas atas penerimaan bantuan kepada konselinya.
d.
Tujuan kontrak sesuai dengan kode etik adalah
sebagai berikut:
1)
Konselor dan konseli harus melalui transaksi
dewasa-dewasa serta ada kesepakatan dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai.
2)
Kontrak harus mempertimbangkan beberapa hal yaitu
konselor memberikan layanan secara profesional, kedua konseli memberikan jaa
dan menandatangani serta melaksanakan isi kontrak sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan.
3)
Kontrak memiliki pengertian sebagai suatu bentuk
kompetensi antara konselor yang harus mempunyai kemampuan untuk membantu konseli
dalam mengatasi masalahnya, sedangkan di puhak kedua konseli harus cukup umur
untuk memasuki suatu kontrak.
4)
Akhirnya tujuan dari kontrak harus sesuai dengan
kode etik konseling.
0 komentar:
Have any question? Feel Free To Post Below: