Download

Rabu, 24 April 2013

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

0 komentar Diposting oleh A'an Setiawan at Rabu, April 24, 2013
A    Pengertian Bimbingan dan Konseling Islami
Bimbingan dan konseling merupakan alih bahasa dari istilah inggris guidance dan counseling. Dalam kamus bahasa Inggris “guidance” dikaitkan dengan kata asal guide, yang diartikan sebagai berikut ; menunjukkan jalan (Showing the way), memimpin (leading); menuntun (conducting); memberikan petunjuk (giving instruction); mengatur (regulating); mengarahkan (governing); memberikan nasehat (giving advice).
Dalam kamus bahasa Inggris, counseling dikaitkan dengan kata counsel, yang diartikan sebagai berikut; nasehat (to abtain counsel); anjuran (to give counsel); pembicaraan (to take counsel). dengan demikian, counseling akan diartikan sebagai pemberian nasehat; pemberian anjuran; dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.
Dulu istilah konseling di Indonesia menjadi penyuluhan (nasehat), akan tetapi istilah penyuluhan banyak digunakan pada bimbingan lain, misalnya dalam penyuluhan pertanian, dan penyuluhan keluarga berencana, yang sama sekali berbeda isinya dengan yang dimaksud konseling. Maka agar tidak menimbulkan salah paham istilah couselling tersebut langsung diserap menjadi konseling.
Mengenai kedudukan dan hubungan antara bimbingan dan konseling terdapat banyak pandangan, salah satunya memandang bahwa konseling sebagai teknik bimbingan, dengan kata lain konseling berada dalam bimbingan. Pendapat lain menyatakan bahwa bimbingan merupakan pencegahan munculnya masalah yang dialami oleh individu dengan kata lain bimbingan sifat atau fungsinya preventif (pencegahan), sedangkan konseling sifatnya kuratif dan Korektif. Namun bimbingan dan konseling dihadapkan pada objek yang sama yaitu problem sedangkan perbedaannya terletak pada perhatian dan perlakuan dari masalah.
Perbedaan bimbingan dan konseling umum dengan bimbingan dan konseling Islam menurut Thohari Musnamar, di antaranya yaitu:
1.      Pada umumnya di barat proses layanan bimbingan dan konseling tidak dihubungkan dengan Tuhan maupun ajaran agama. Maka layanan bimbingan dan konseling dianggap sebagai hal yang semata-mata masalah keduniawian, sedangkan Islam menganjurkan aktifitas layanan bimbingan dan konseling itu merupakan suatu ibadah kepada Allah SWT suatu bantuan kepada orang lain, termasuk layanan bimbingan dan konseling, dalam ajaran Islam di hitung sebagai suatu sedekah.
2.      Pada umumnya konsep layanan bimbingan dan konseling barat hanyalah di dasarkan atas pikiran manusia. Semua teori bimbingan dan konseling yang ada hanyalah didasarkan atas pengalaman-pengalaman masa lalu, sedangkan konsep bimbingan dan konseling Islam didasarkan atas, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, aktivitas akal dan pengalaman manusia.
3.      Konsep layanan bimbingan dan konseling Barat tidak membahas masalah kehidupan sesudah mati. Sedangkan konsep layanan bimbingan dan konseling Islam meyakini adanya kehidupan sesudah mati
4.      Konsep layanan bimbingan dan konseling Barat tidak membahas dan mengaitkan diri dengan pahala dan dosa. Sedangkan menurut bimbingan dan konseling Islam membahas pahala dan dosa yang telah di kerjakan.
Ada beberapa defenisi tentang bimbingan dan konseling Islam, yaitu :
1.      Thohari mengartikan bimbingan dan konseling Islam sebagai suatu proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah SWT yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
2.      Yahya Jaya menyatakan bimbingan dan konseling agama Islam adalah pelayanan bantuan yang diberikan oleh konselor agama kepada manusia yang mengalami masalah dalam hidup keberagamaannya, ingin mengembangkan dimensi dan potensi keberagamaannya seoptimal mungkin, baik secara individu maupun kelompok, agar menjadi manusia yang mandiri dan dewasa dalam beragama, dalam bidang bimbingan akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan keimanan dan ketaqwaan yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis.
3.      Ainur Rahim Faqih mengartikan bahwa bimbingan dan konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling Islam merupakan suatu usaha yang dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi dan memecahkan masalah yang dialami klien agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat berdasarkan ajaran Islam. Ciri khas konseling Islam yang paling mendasar menurut Hamdani Bakran Adz-Dzaky, adalah ;
a.       Berparadigma pada wahyu dan keteladanan para Nabi, Rasul dan para ahli warisnya
b.      Hukum konselor memberikan konseling kepada klien dan klien meminta bimbingan kepada konselor adalah wajib dan suatu keharusan dan bahkan merupakan ibadah
c.       Akibat konselor menyimpang dari wahyu dapat berakibat fatal baik bagi diri sendiri maupun bagi kliennya
d.      System konseling Islam di mulai dari mengarahkan kepada kesadaran nurani dan membaca ayat-ayat Allah
e.       Konselor sejati dan utama adalah mereka yang proses konseling selalu di bawah bimbingan dan pimpinan Allah SWT dan al-Qur’an.
Peranan agama dalam bidang bimbingan dan konseling akan memberikan warna, arah dan susunan hubungan yang tercipta antara klien dan konselor. Prayitno menyatakan unsur-unsur agama tidak boleh diabaikan dalam konseling, dan justru harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk mencapai kesuksesan, upaya bimbingan dan konseling yaitu kebahagiaan klien.
Manfaat pendekatan agama (psikoreligius) di bidang kesehatan jiwa dibuktikan dari hasil penelitian D.B. Larso yang menyimpulkan bahwa di dalam memandu kesehatan manusia yang serba komplek ini dengan segala keterkaitan, hendaknya komitmen agama sebagai suatu kekuatan (spiritual power) jangan diabaikan begitu saja karena agama dapat berperan sebagai pelindung.
Di Florida Amerika Serikat, terdapat sebuah lembaga penelitian yang meliputi tentang penyembuhan penyakit jiwa melalui daya pengaruh bacaan Qur’an. Kelompok pertama terdiri dari orang-orang yang mengerti makna Qur’an, sedangkan kelompok kedua, tidak mengerti makna ayat-ayat Qur’an. Ternyata kelompok pertama mendapat penyembuhan secara bertahap dan kelompok kedua memperoleh penyembuhan yang kurang intensif dibandingkan dengan kelompok pertama.
Ada dua alasan mendasar mengapa perlu menghadirkan Bimbingan dan konseling Islami. Alasan yang paling utama adalah karena Islam mempunyai pandangan-pandangan tersendiri mengenai manusia. Al-Qur’an sumber utama agama Islam, adalah kitab petunjuk, di dalamnya terdapat banyak petunjuk mengenai manusia. Allah, sebagai pencipta manusia tentu, tentunya tahu secara nyata dan pasti siapa manusia. Lewat Al-Qur’an Allah memberikan rahasia-rahasia tentang manusia. Karenanya kalau kita ingin tahu bagaimana cara menghadapi manusia secara sungguh-sungguh, maka Al-Qur’an (wahyu) adalah sumber yang layak dijadikan acuan utama dan tak pantas untuk dilupakan.
Ajaran Islam dapat menjadi acuan sebagai landasan yang ideal dalam menjalani kehidupan. Untuk itu tepatlah kiranya jika teori-teori dan teknik-teknik bimbingan dan konseling yang lahir di Barat, terlebih dahulu diIslamisasikan sebelum diterapkan dalam kehidupan. Bimbingan dan konseling Islami memberikan jalan mencegah dan pemecahan masalah, selalu mengubah orientasi pribadi, penguatan mental spiritual, penguatan tingkah laku kepada akhlak yang mulia, upaya perbaikan serta teknik-teknik bimbingan dan konseling lainnya.
Sebagai catatan penting yang perlu diperhatikan adalah kalimat “Bimbingan dan konseling Islam” dan “Bimbingan dan konseling Islami” adalah merupakan sebuah kalimat yang hampir sama namun berbeda. Arif Wibisono Adi dalam tulisannya yang berjudul kerangka dasar psikologi Islami menyatakan bahwa;
“Yang sering menimbulkan kontroversi adalah masalah nama. Banyak psikologi Muslim yang keberatan untuk menyebutnya dengan sebutan Islam, karena seolah-olah di sini ada otoritas Tuhan. Akibatnya orang-orang takut untuk mengkritiknya lagi, padahal bagaimanapun ilmu itu dinamis dan selalu berkembang. Selalu ada teori atau dalil yang tumbang untuk digantikan dengan teori atau dalil yang baru. Sebagai hasil dari nalar manusia, maka pandangan-pandangan dari ilmu itu bisa salah dan disalahkan untuk digantikan dengan yang lebih mendekati kebenaran. Kebenaran yang mutlak tidaklah dapat dicapai oleh manusia. Dengan memakai embel-embel Islam justru ilmu itu ditakutkan jadi mandek karena orang sudah tidak berani menumbangkan teori atau dalil-dalilnya lagi dan disangkanya semuanya sudah benar secara mutlak”.
Menurut Hidayat Nataatmadja (1985), istilah “…..Islam” sebaiknya digantikan dengan istilah “…..Islami”untuk membedakan antara wahyu dan ide. Karenanya akan lebih tepat kalau kita menyebut Bimbingan dan konseling Islami dan bukan Bimbingan dan konseling Islam. Menurut penulis tidak perlu merombak sama sekali ilmu atau teori-teori Bimbingan dan konseling Barat yang telah ada, namun cukup hanya dengan sikap kritis dan selektif dan kemudian hal-hal yang dianggap kurang cocok cukup kita ubah dan sesuaikan dengan pandangan-pandangan dan ideal-ideal Islam saja. “Bimbingan dan konseling Islami” dengan menunjang nama itu diharapkan secara langsung tergambar karakteristik dan identitasnya yang semuanya bermuara pada nilai-nilai yang Islami. Dan sebagai wadah yang masih menanti kelengkapan isi rasanya nama tersebut lebih luwes dan luas.
A.    LANDASAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAMI
Landasan (dasar pijak) utama bimbingan dan konseling Islami adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sebab keduanya sumber dari segala sumber pedoman hidup umat Islam, dalam arti mencakup seluruh aspek kehidupan mereka, Sabda Nabi SAW.
Artinya : “Hadis dari Malik bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda; Aku tinggalkan sesuatu bagi kalian semua, yang jika kalian selalu berpegang teguh kepadanya niscaya selama-lamanya tidak akan pernah salah langkah, sesuatu itu yakni Kitabullah dan Sunnah Rasul” (H.R. Malik).
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya dapat dikatakan sebagai landasan ideal dan konseptual bimbingan dan konseling Islami. Berdasarkan al-Qur’an dan sunnah Rasul itulah gagasan, tujuan dan konsep-konsep (pengertian makna hakiki bimbingan dan kenseling Islam bersumber).
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul merupakan landasan utama bagi bimbingan dan konseling Islami, yang juga dalam pengembangannya dibutuhkan landasan yang bersifat filsafat dan keilmuan. Al-Qur’an di sebut juga dengan landasan “naqliyah” sedangkan landasan lain yang dipergunakan oleh bimbingan dan konseling Islami yang bersifat “aqliyah”. Dalam hal ini filsafat Islam dan ilmu atau landasan ilmiah yang sejalan dengan ajaran Islam.
Jadi landasan utama bimbingan dan konseling Islami adalah al-Qur’an dan Sunnah. Firman Allah SWT dalam surat At-Tin ayat 4, yang artinya sebagai berikut : Artinya : “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”
Menurut Tafsir al-Maraghi sesungguhnya manusia diciptakan dalam bentuk yang paling baik. Kami ciptakan ia dengan tinggi yang memadai, dan memakan makanannya dengan tangan, tidak seperti makhluk lain yang mengambil dan memakan makanannya dengan mulutnya. Lebih dari itu kami istimewakan manusia dengan akalnya, agar bisa berfikir dan menimba berbagai ilmu pengetahuan serta bisa mewujudkan segala inspirasinya.
Al-Qur’an dapat menjadi sumber bimbingan dan konseling Islami, nasehat, dan obat bagi manusia. Firman Allah surat al-Isra’ ayat 82 : Artinya : “Dan kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”.
Menurut Tafsir Tematik Cahaya al-Qur’an, al-Qur’an merupakan mukjizat Muhammad SAW yang abadi, yang diturunkan Allah berbagai cahaya dan petunjuk. Di dalamnya terdapat obat bagi jiwa yang sakit karena penyakit hati dan penyakit kemasyarakatan, seperti akidah yang sesat dan menyingkap hati yang tertutup, sehingga menjadi obat bagi hati, seperti layaknya ramuan obat-obatan bagi kesehatan. Jika suatu kaum mau mengambil petunjuk darinya mereka akan mendapatkan kemenangan dan kebahagiaan, sebaliknya jika mereka tidak mau menerimanya, maka mereka akan menyesal dan sengsara.
B.     ASAS-ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAMI
Asas bimbingan dan konseling Islami berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Nabi di tambah berbagai landasan filosofis dan landasan keimanan, yaitu :
1.      Asas kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tujuan bimbingan dan konseling Islami adalah membantu klien mencapai kebahagiaan hidup yang senantiasa didambakan setiap manusia.
2.      Asas fitrah.
Bimbingan dan konseling Islami merupakan bantuan kepada klien yang mengenal, memahami, dan menghayati fitrahnya, sehingga segala gerak dan tingkah laku serta tindakkannya berjalan dengan fitrah. Fitrah tersebut. Manusia menurut Islam dilahirkan dalam keadaan fitrah, yaitu berbagai kemampuan potensi bawaan dan kecenderungan sebagai muslim atau beragama Islam.
3.      Asas “lillahi Ta’ala”.
Bimbingan dan konseling Islami ini dilaksanakan semata-mata karena Allah SWT. Konsekuensi dari asas ini berarti pembimbing melakukan tugas dengan penuh keikhlasan. Klienpun menerima, meminta bimbingan dan konseling dengan ikhlas dan rela pula karena semua pihak merasa bahwa semua yang dilakukan karena untuk pengabdian kepada Allah SWT semata, sesuai dengan fungsi dan tugasnya sebagai makhluk Allah yang harus senantiasa mengabdi kepada-Nya. Firman Allah surat al-Bayinah ayat 5 Artinya : “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus”
4.      Asas bimbingan seumur hidup.
Bimbingan dan konseling merupakan bagian dari komponen pendidikan. Oleh karena itu, pemberian layanan bimbingan dan konseling dilakukan sepanjang hidup manusia. Manusia yang hidup di dunia tidak ada yang selalu bahagia kadang kala dalam kehidupan ini akan menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan. Untuk itu di perlukan bimbingan dan konseling Islami yang diharapkan bisa mengatasi semua permasalahan hidup sepanjang hayat.
5.      Asas kesatuan jasmani-rohani.
Bimbingan dan konseling Islami memandang manusia sebagai makhluk jasmaniah-rohaniah tidak memandang sebagai makhuk jasmaniah semata. Untuk itu bimbingan dan konseling Islami membantu individu untuk hidup seimbang jasmaniah dan rohaniah.
6.      Asas keseimbangan rohani.
Allah telah memuliakan manusia dengan kelebihan-kelebihan atau keutamaan-keutamaan yang tidak diberikan kepada makhuk lain selain manusia.
7.      Asas kemaujudan individu.
Bimbingan dan konseling Islami melihat kepada citra manusia menurut Islam. Seseorang melihat eksistensi tersendiri. Individu mempunyai hak, mempunyai perbedaan kemerdekaan pribadi.
8.      Asas sosialitas manusia.
Manusia merupakan makhluk social. Hal ini di akui dan diperhatikan dalam Bimbingan dan konseling Islami. Pergaulan, cinta kasih, rasa aman, penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain, rasa memiliki dan dimiliki, merupakan aspek-aspek yang diperhatikan dalam Bimbingan dan konseling Islami. Dalam bimbingan dan konseling Islami, sosialitas manusia diakui dengan memperhatikan hak individu dalam batas tanggung jawab sosial.
9.      Asas kekhalifahan manusia.
Manusia menurut pandangan Islam diberikan kedudukan yang tinggi sekaligus tanggung jawab yang besar, yakni mengelola alam, semesta dengan kata lain, manusia di pandang makhluk yang berbudaya yang mengelola alam sekitar sebaik-baiknya. Firman Allah surat Fathir ayat 39 Artinya : “Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. barangsiapa yang kafir, Maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka”.
10.  Asas keselarasan dan keadilan.
Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan, keseimbangan, keserasian, dalam segala segi. Dengan kata lain, Allah menginginkan manusia berlaku adil terhadap diri sendiri, alam semesta, dan juga kepada Allah SWT.
11.  Asas pembinaan akhlakul karimah.
Bimbingan dan konseling Islami membantu klien atau yang dibimbing memelihara, mengembangkan sifat-sifat yang baik sejalan dengan tugas dan fungsi Rasulullah di utus oleh Allah SWT.
12.  Asas kasih sayang.
Setiap manusia memerlukan cinta, kasih saying dan rasa saying dari orang lain. Rasa kasih sayang ini dapat mengalahkan dan menundukkan banyak hal. Bimbingan dan konseling Islami dilakukan dengan berlandasan kasih sayang, sebab dengan kasih saying pemberian bimbingan dan konseling akan menyentuh hati dan tujuan akan cepat tercapai.
13.  Asas musyawarah.
Bimbingan dan konseling Islami dilakukan dengan asas musyawarah artinya antara pembimbing dengan yang di bimbing terjadi dialog yang baik, satu sama lain tidak mendiktekan, tidak ada rasa tertekan dan terbuka dalam berpendapat.
14.  Asas keahlian.
Bimbingan dan konseling Islami dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki kemampuan dan keahlian di bidang tersebut, baik keahlian dalam metodologi maupun keahlian dalam teknik-teknik bimbingan dan konseling.
Tanpa bermaksud mengurangi asas dan berbagai metode yang telah ada diterapkan sekarang, di bawah ini Hanna Djumhana Bastaman mengajukan tujuh prinsip Islami sebagai bahan pemikiran untuk landasan metode dan teknik-teknik bimbingan dan konseling Islami. Kelima prinsip itu di sebut oleh Hanna Djumhana Bastaman sebagai Sapta Asas ISLAMKU (Ibadah, Silaturahmi, Lugas, Adaptasi, Musyawarah, Keteladanan, dan Upaya mengubah nasib).Berikut penjelasan sapta asas tersebut :
1.      Ibadah. Pembimbing dan konselor harus memantapkan niat dan menyadari bahwa tugas memberikan bimbingan kepada seseorang adalah ibadah, dan amal bakti. Dalam arti psikologi niat identik dengan motif dan motivasi kerja lebih penting bagi keberhasilan melaksanakan tugas.
2.      Silaturahmi. Islam selalu menganjurkan umatnya untuk menjalin sillaturahmi sebagai landasan kokoh hubungan sosial. Cara termudah yang dianjurkan antara lain, dengan jalan mengucapkan salam, bertutur kata lembut, membiasakan berwajah jernih, saling berjabat tangan, senyuman tulus dan lain-lain. Dalam bimbingan dan konseling Islami cara-cara tersebut di atas di sebut rapport yakni usaha untuk saling mengenal antara pihak yang di bimbing dengan pembimbing untuk menanamkan kepercayaan. Tahap ini merupakan tahap awal yang menentukan keberhasilan proses bimbingan dan konseling.
3.      Lugas. Pengertian “lugas” mengandung konotasi : sederhana, langsung, jujur, apa adanya, dan terarah pada sasarannya dalam mengungkapkan sesuatu. Salah satu prinsip komunikasi modern yang diakui daya-guna dan hasil gunanya adalah prinsip kesederhanaan (principle of simplification). Bercorak sederhana dan lugas berarti mudah dipahami oleh para pendengarnya.
4.      Adaptasi. Adaptasi berarti menyesuaikan tema, isi dan cara menyampaikan informasi dengan daya tangkap, kepentingan suasana dan kondisi psikososial penerima informasi. Maksudnya tidak lain supaya penerima informasi merasa terlibat dengan maksud dan arahan dari informasi yang disampaikan.
5.      Musyawarah. Pentingnya musyawarah dalam pandangan Islam terbukti dari adanya sebuah surat yang namanya Asy-Syuura yang artinya musyawarah. Dalam ayat 38 surat Asy-Syuura ini di katakan: Artinya : “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka ; dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka”.
Musyawarah adalah ungkapan sikap demokrasi dan lawan dari otoriter yang selalu merasa benar sendiri. Keterampilan musyawarah perlu dikuasai oleh pembimbing. Misalnya saja dalam bentuk bimbingan kelompok dan konseling kelompok. Dalam musyawarah ini para pembimbing/konselor diharapkan bersedia menerima umpan balik (feed back), dan menghindari sikap menggurui, sekalipun hakekatnya mereka adalah guru dan pendidik.
6.      Keteladanan. Para pembimbing/konselor mempunyai peluang utuk menjadi panutan dan anutan siswa. Sehingga salah satu tuntutan tugas mereka adalah harus mampu menjadi suri tauladan siswa. Dalam Islam keteladanan ini merupakan hal yang paling penting, karena Rasulullah sendiri sebagai penyebar rahmat Illahi untuk semesta alam (rahmatan lil ‘alamiin) adalah juga suri tauladan terbaik bagi manusia sepanjang masa (uswatun hasanah), dan terpancarlah dari diri beliau segala kesempurnaan perilaku yang merupakan pengejawan-tahan kesempurnaan al-Qur’an (akhlaq al-Qur’an). Hal ini merupakan isyarat bahwa para pembimbing/konselor siswa harus pula menjadi tauladan siswa seperti halnya Rasulullah SAW menjadi suri tauladan seluruh umat.
7.      Upaya mengubah nasib.
Tujuan yang utama bagi kegiatan bimbingan dan konseling adalah menimbulkan kesadaran dan motivasi untuk secara mandiri meningkatkan kualitas dan taraf hidup. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat ar-Ra’d ayat 11 : Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak mengebah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.
Ayat ini menunjukkan bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk yang (dalam batas-batas tertentu) memiliki kebebasan kehendak (free dom of will) untuk merealisasikan secara aktif potensi-potensinya, serta mampu mengubah nasibnya sendiri selama mereka mau merubahnya (the self determining being). Kesadaran ini harus mampu ditanamkan dan bimbingan dan konseling, agar klien tegak mandiri dan tidak tergantung penuh pada pembimbing.
Prinsip pengubahan nasib yang diungkapkan pada ayat tersebut tampaknya sederhana dan sejalan dengan ungkapan sehari-hari : “ada kemauan ada jalan”. Tetapi untuk merealisasikannya bimbingan dan konseling Islami perlu menyusun strategi seperti: pemahaman diri (self insight), pengubahan sikap (attitude change), motivasi (motivation), penyelesaian masalah (problem solving), dan penerimaan diri (self acceptance). Selain itu asas-asas keagamaan perlu dilibatkan seperti sabar, berserah diri, berdo’a, melakukan sholat istiqarah, tawakal dan penuh harap kepada-Nya. Sebuah peluang untuk mengembangkan pola konseling yang Islami. Demikianlah Sapta Asas ISLAMKU sebagai pemikiran dan saran untuk melandasi metode dan teknik-teknik bimbingan dan konseling Islami.
D.  TUJUAN DAN FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAMI
1.      Tujuan Bimbingan dan Konseling Islami
Thohari Musnamar membagi tujuan bimbingan dan konseling Islami menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan umum dari bimbingan dan konseling Islami adalah membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Tujuan khusus bimbingan dan konseling Islami adalah ;
a.       Membantu individu agar tidak menghadapi masalah
b.      Membantu individu mengatasi masalah yang dihadapi
c.       Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.
Tujuan konseling Islami menurut Hamdani Bakran Adz-Dzuki, adalah :
1)      Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan, dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai (muthmainah), bersikap lapang dada (radhiyah) dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah Tuhannya (mardhiyah)
2)      Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan, tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja, maupun lingkungan social dan alam sekitarnya
3)      Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong-menolong dan rasa kasih saying
4)      Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya, serta ketabahan untuk menerima ujian-Nya
5)      Untuk menghasilkan potensi ilahiyyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik, menanggulangi berbagai persoalan hidup dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungan pada berbagai aspek kehidupan.
2.      Fungsi Bimbingan dan Konseling Islami.
Fungsi bimbingan dan konseling Islami dapat dirumuskan sebagai berikut :
a.       Fungsi preventif, yakni membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya
b.      Fungsi kuratif atau korektif, membantu individu memecahkan masalah yang sedang di hadapi atau di alami
c.       Fungsi preventif, yakni membantu individu menjaga agar situasi atau kondisi yang semula tidak baik telah menjadi baik (terpecahkan ) itu kembali menjadi tidak baik (menimbulkan masalah kembali)
d.      Fungsi developmental atau pengembangan, yakni membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik dan menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkan menjadi sebab munculnya masalah baginya.
Berdasarkan fungsi bimbingan dan konseling Islami di atas, terlihat bahwa substansi layanan tersebut adalah untuk memecahkan setiap persoalan yang di hadapi oleh peserta didik terutama pada masa remaja dalam kehidupan sehari-hari serta mengusahakan sedapat mungkin agar masalah yang sama tidak terulang lagi. Fungsi konseling secara tradisional digolongkan kepada tiga fungsi, yakni :
1.      Remedial atau rehabilitative
Secara historis konseling lebih banyak memberikan penekanan pada fungsi remedial karena sangat dipengaruhi oleh psikologi klinik dan psikiatri. Peranan remedial berfokus pada masalah : penyesuaian diri, menyembuhkan masalah psikologis yang dihadapi, mengembalikan kesehatan mental dan mengatasi gangguan emosional.
2.      Fungsi educatif / pengembangan
Fungsi ini berfokus kepada masalah : membantu meningkatkan keterampilan-keterampilan dalam kehidupan, mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah hidup, membantu meningkat kemampuan menghadapi transisi dalam kehidupan, untuk keperluan jangka pendek, konseling membantu individu menjelaskan nilai-nilai, menjadi lebih tegas, mengendalikan kecemasan, meningkatkan keterampilan komunikasi antar pribadi, memutuskan arah hidup, menghadapi kesepian dan sebagainya.
3.      Fungsi preventif/pencegahan
Fungsi ini membantu individu agar dapat berupaya aktif untuk melakukan pencegahan sebelum mengalami masalah-masalah kejiwaan karena kurangnya perhatian. Upaya preventif meliputi pengembangan strategi-strategi dan program-program yang dapat digunakan untuk mencoba mengantisipasi dan mengelakkan resiko-resiko hidup yang tidak perlu terjadi.
Yahya Jaya menyatakan bahwa ada 4 fungsi bimbingan dan konseling yang dapat dijadikan sebagai fungsi Bimbingan dan konseling Islami, yaitu :
1.      Fungsi pemahaman. Yaitu fungsi pelayanan bimbingan dan konseling yang menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan individu, seperti pemahaman tentang diri, lingkungan terbatas (keluarga, sekolah) dan lingkungan yang lebih luas (dunia pendidikan, kerja, budaya, agama, dan adat).
2.      Fungsi pencegahan.Yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya individu dari berbagai permasalahan yang dapat mengganggu, menghambat atau menimbulkan kesulitan dalam proses pendidikan dan pengembangannya. Maka peranan agama Islam terletak pula pada komitmen keberagamaan. Dalam hal ini setiap kali orang menghayati dan menanamkan nilai-nilai akidah, ibadah, akhlak dan muamalah yang terdapat dalam agama Islam maka Insya Allah individu/ orang tersebut akan hidup dengan damai, tenteram dan bahagia.
3.      Fungsi pengentasan. Yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan teratasinya berbagai permasalahan yang dialami individu.
4.      Pemeliharaan dan pengembangan. Yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif individu dalam rangka pengembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan. Kalau fungsi-fungsi bimbingan dan konseling ini fungsional dalam pelayanan, klien akan sampai kepada tujuan bimbingan dan konseling.
BIDANG LAYANAN DAN JENIS-JENIS PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAMI
Bidang Layanan Bimbingan dan Konseling Islami.
Prayitno mengemukakan bahwa dimanapun ruang lingkup/daerah kerja bimbingan dan konseling, baik di sekolah, luar sekolah maupun di masyarakat luas, maka bidang pelayanan bimbingan dan konseling harus mencakup keempat bidang pelayanan itu, yaitu; bidang bimbingan pribadi, bidang bimbingan pembelajaran, bimbingan sosial dan bimbingan karir. Berikut penjelasan keempat bidang bimbingan tersebut Bimbingan pribadi. Adalah bidang layanan bimbingan dan konseling yang membantu siswa dalam menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, mantap dan mandiri, serta sehat jasmani dan rohani.
1.      Bimbingan social.Adalah Bimbingan dan konseling yang membantu individu dalam mengenal lingkungan dan mengembangkan diri dalam hubungan social yang dilandasi budi pekerti luhur, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan.
2.      Bimbingan belajar.Adalah bidang pelayanan Bimbingan dan konseling untuk membantu individu dalam mengembangkan diri, sikap dan kebiasaan belajar yang baik untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan serta menyiapkannya untuk pendidikan yang lebih tinggi.
3.      Bimbingan karier.Adalah pelayanan Bimbingan dan konseling untuk membantu siswa dalam perencanaan, pengembangan masa depan, dan kemampuan karier.
Kalau dalam menentukan bidang-bidang pelayanan Bimbingan dan konseling ini mengikuti di mensi yang ada pada manusia sebagai makhluk multidimensi, maka bidang pelayanan Bimbingan dan konseling Islami bisa pula dikembangkan. Kalau manusia multidimensi itu adalah makhluk jasmani, rohani, beragama, berakhlak, social, berakal dan estetika, tentu ada pula bidang bimbingan jasmani, bimbingan agama/BKA, bimbingan estetika, bimbingan pengembangan akal. Khusus tentang dimensi agama, oleh karena agama itu sangat berpengaruh dalam segala aspek dan aktivitas kehidupan manusia, maka bidang bimbingan agama /BKA sangat wajar dijadikan salah satu bidang dalam Bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling agama sebagai salah satu bidang atau disiplin ilmu bimbingan dan konseling, substansi keduanya tidaklah jauh berbeda pengertiannya, perbedaannya hanya terletak pada isi dan pendekatan. Pada substansinya, baik bimbingan dan konseling agama maupun bimbingan dan konseling umum adalah pelayanan bantuan kemanusiaan atau pemberian nasehat dalam makna luas dalam bahasa agama kepada manusia, baik secara individu atau kelompok. Sedangkan pada esensi utamanya adalah usaha untuk memanusiakan manusia, amar makruf dan nahi mungkar.
Bukan bimbingan dan konseling namanya, apa pun bidang bimbingan dan konselingnya, kalau dalam kegiatannya tidak berupaya memanusiakan manusia dan berupaya amar makruf nahi mungkar. Yahya Jaya menyatakan ada 4 jenis bidang bimbinngan dan konseling Islami sesuai dengan pembagian aspek agama Islam itu sendiri. Dalam wujud yang lebih jelas keempat ruang lingkup bidang pelayanan bimbingan dan konseling Islami itu dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)      Bimbingan akidah adalah bidang pelayanan yang membantu konseling dalam mengenal, memahami, menghayati, mengamalkan, dan mengembangkan akidah keimanannya, sehingga menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, mantap (istiqamah), dan mandiri (al-kaiyis), sehat dan bahagia, baik lahiriah maupun batiniah, berdasarkan rukun Islam yang enam. Pribadi muwahid adalah tujuan tertingginya
2)      Bimbingan ibadah adalah bidang layanan yang membantu klien dalam mengembangkan hubungan dan pengabdiannya kepada Allah melalui amal ibadah agar menjadi pribadi yang taat dalam mengerjakan perintah-perintah-Nya dan taat dalam menjauhi larangan-larangan-Nya. Pembentukan manusia abid (ahli ibadah) adalah tujuan tertinggi dari pelayanan bimbingan ibadah
3)      Bimbingan akhlak adalah bidang pelayanan yang membantu konseli dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang baik, sehingga memiliki akhlak mahmuda dan jauh dari akhlak mazmumah. Tujuan yang hendak dicapai oleh bidang bimbingan ini pribadi mulia.Khuluq’azhim atau makarim al akhlaq dalam bahasa al-Qur’an dan hadits.
4)      Bimbingan muamalah adalah bidang pelayanan yang membantu klien dalam membina dan mengembangkan hubungan yang selaras, serasi dan seimbang dengan sesama manusia dan makhluk, sehingga memiliki keharmonisan dalam kehidupan beragama.
Kegiatan bimbingan dan konseling Islami hendaklah meliputi keempat bidang pelayanan bimbingan dan konseling agama tersebut. Dengan berjalannya keempat bidang bimbigan dan konseling Islami tersebut, maka masalah penyimpangan seksual remaja dapat diatasi sedini mungkin.
JENIS-JENIS PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAMI
Berbagai jenis layanan perlu dilakukan sebagai wujud nyata penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap sasaran layanan, yaitu peserta didik (klien). Suatu kegiatan dalam bimbingan dan konseling di sebut layanan apabila kegiatan tersebut dilakukan melalui kontak langsung dengan sasaran layanan (klien). Dan secara langsung berkenaan dengan permasalahan ataupun kepentingan tertentu yang dirasakan oleh sasaran layanan itu. Serta dampak positif layanan yang dimaksudkan diharapkan dapat secara langsung dirasakan oleh sasaran yang mendapatkan layanan tersebut. Dalam hal ini tujuh jenis layanan agama menjadi jenis-jenis pelayanan bimbingan dan konseling Islami, yaitu layanan orientasi agama, layanan informasi agama, layanan penempatan dan penyaluran bakat keberagamaan, layanan bimbingan pembelajaran/pengajian agama, layanan konseling agama perorangan, layanan bimbingan agama kelompok, dan layanan konseling agama kelompok yang bentuk dan jenis layanannya dapat dijelaskan sebagai berikut :
1)      Layanan Orientasi Agama; Layanan yang memungkinkan umat mengenal dan memahami lingkungan keberagamaannya dari orang-orang yang dapat memberikan pengaruh agama untuk mempermudah orang berperan dilingkungan hidup keberagamaan yang baru dimasukinya. Misalnya orang yang akan masuk Islam. Sebelum mengucapkan dua kalimat syahadat, adalah sangat hikmat dan bijaksana, kalau diperkenalkan lebih dahulu makna dan hakikatnya dua kalimat syahadat yang diucapkan itu. Dengan cara demikian diharapkan orang terjauh dari sifat keterpaksaan dalam menganut agama, dengan demikian orang mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan keberagamaannya. Dan menjadikan agama sebagai kebutuhan jiwa dan sumber kebahagiaan hidup. Disamping materi akidah yang dapat di angkat melalui orientasi agama, materi ibadah, akhlak dan muamalah bisa pula di angkat.
2)      Layanan Informasi Agama. Jenis layanan yang memungkinkan umat atau orang yang beragama menerima dan memahami informasi keberagamaannya dari sumber yang layak dipercaya untuk dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan amal-amal keagamaan dalam mengambil keputusan dan pertimbangan bagi penentuan sikap dan tingkah laku keberagamaan. Layanan informasi agama bertujuan membekali umat dengan berbagai hal yang sangat berguna bagi kehidupan ini.
3)      Layanan Penempatan dan Penyaluran Bakat Keberagamaan. Layanan yang memungkinkan umat beragama memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat dan benar dalam pengembangan hidup keberagamaan sesuai dengan potensi, minat, bakat, situasi, dan kondisi pribadi manusia beragama yang bersangkutan.
4)      Layanan Bimbingan Pembelajaran/Pengajian Agama. Layanan yang memungkinkan orang beragama mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar agama yang baik, materi pengajian agama yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajar agama, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar agama lainnya yang berguna bagi kehidupan keberagamaan.
5)      Layanan Konseling Agama Perorangan. Layanan yang memungkinkan orang beragama mendapatkan layanan langsung tatap muka dengan konselor agama dalam rangka pengentasan permasalahan agama yang di hadapi klien. Permasalahan keberagamaan yang dapat dilayani melalui konseling agama perorangan ini meliputi semua aspek keagamaan. Konselor agama melayani klien secara individual.
6)      Layanan Bimbingan Agama Kelompok/. Layanan yang memungkinkan sejumlah (sekelompok) orang yang beragama memperoleh kesempatan bagi pembahasan dan pengentasan masalah keberagamaan yang mereka alami masing-masing melalui suasana dan dinamika kelompok.
7)      Layanan Konseling Agama Kelompok. Layanan yang dimaksudkan untuk memungkinkan sejumlah orang yang beragama secara berjamaah memperoleh bahan dan informasi dari nara sumber tertentu tentang masalah hidup keberagamaan mereka yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan sikap dan tingkah laku keberagamaan.
Untuk memperkaya wawasan tentang jenis layanan bimbingan dan konseling Islami ini, di antara jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling di sekolah yang bersumber dari buku-buku umum, yaitu dalam buku “Seri Pemandu” (Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah) Buku I karangan Prof. Dr. Prayitno, M.Sc. Ed., dkk., di antara layanan itu adalah ;
a.       Layanan orientasi.
Layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) memahami lingkungan yang baru dimasuki peserta didik, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu.
b.      Layanan informasi.Layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) menerima dan memahami berbagai informasi yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan peserta didik.
c.       Layanan penempatan dan penyaluran. Layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat, sesuai dengan potensi, bakat dan minat, serta kondisi pribadinya
d.      Layanan pembelajaran. Layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya.
e.       Layanan konseling perorangan. Layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik mendapatlan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi yang dideritanya.
f.       Layanan bimbingan kelompok. Layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu (terutama guru pembimbing) membahas secara bersama-sama pokok bahasan (topik) tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya sehari-hari dan/atau untuk perkembangan dirinya baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, dan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan tertentu.
g.      Layanan konseling kelompok. Layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok; masalah yang dibahas itu adalah masalah-masalah pribadi yang di alami oleh masing-masing anggota kelompok.
F.      Ajaran Islam yang Berkaitan dengan Bimbingan Konseling
Berbicara tentang agama terhadap kehidupan manusia memang cukup menarik, khususnya Agama Islam. Hal ini tidak terlepas dari tugas para Nabi yang membimbing dan mengarahkan manusia kearah kebaikan yang hakiki dan juga para Nabi sebagai figure konselor yang sangat mumpuni dalam memecahkan permasalahan (problem solving) yang berkaitan dengan jiwa manusia, agar manusia keluar dari tipu daya syaiton. Seperti tertuang dalam ayat berikut ini:


“Demi masa. Sungguh manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan melakukan amal kebaikan, saling menasehati supaya mengikuti kebenaran dan saling menasehati supaya mengamalkan kesabaran”. (Al-Ashr :1-3)
Dengan kata lain manusia diharapkan saling memberi bimbingan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas manusia itu sendiri, sekaligus memberi konseling agar tetap sabar dan tawakal dalam menghadapi perjalanan kehidupan yang sebenarnya.


“Berkata orang-orang tiada beriman:”Mengapa tiada diturunkan kepadanya (Muhammad) sebuah mukjizat dari Tuhannya?” Jawablah :”Allah membiarkan sesat siapa yang Ia kehendaki, dan membimbing orang yang bertobat kepada-Nya.” (Ar-Ra’d :27)
Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa ada jiwa yang menjadi fasik dan adapula jiwa yang menjadi takwa, tergantung kepada manusia yang memilikinya. Ayat ini menunjukan agar manusia selalu mendidik diri sendiri maupun orang lain, dengan kata lain membimbing kearah mana seseorang itu akan menjadi, baik atau buruk. Proses pendidikan dan pengajaran agama tersebut dapat dikatakan sebagai “bimbingan” dalam bahasa psikologi. Nabi Muhammad SAW, menyuruh manusia muslim untuk menyebarkan atau menyampaikan ajaran Agama Islam yang diketahuinya, walaupun satu ayat saja yang dipahaminya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nasihat agama itu ibarat bimbingan (guidance) dalam pandangan psikologi.
Dalam hal ini Islam memberi perhatian pada proses bimbingan,. Allah menunjukan adanya bimbingan, nasihat atau petunjuk bagi manusia yang beriman dalam melakukan perbuatan terpuji, seperti yang tertuang pada ayat-ayat berikut :


“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya, kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh, maka bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya” (At-Tiin :4-5)
“Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan-keturunan anak-anak Adam dari tulang sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab : Betul (Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi). Kami lakukan yang demikian itu agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan: ”Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (Al-A’Raf :172)
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. (Ali Imran:104)
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalann-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (An Nahl:125)
Ada beberapa ayat yang lebih khusus menerangkan tugas seseorang dalam pembinaan agama bagi keluarganya.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (At Tahrim:6)
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat” (As-Syu’ara:214)
Sedangkan pada beberapa Hadits yang berkaitan dengan arah perkembangan anak diantaranya :
“Tiap-tiap anak itu dilahirkan dalam keadaan suci. Maka kedua orang tuanya yang menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR Baihaqi)
“Seseorang supaya mendidik budi pekerti yang baik atas anaknya. Hal itu lebih baik daripada bersedekah satu sha” (HR At Turmudzi)
“Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah budi pekertinya” (HR Ibnu Majah)
Selanjutnya yang berkaitan dengan perkembangan konseling, khusus konseling sekolah adalah adanya kebutuhan nyata dan kebutuhan potensial para siswa pada beberapa jenjang pendidikan, yaitu meliputi beberapa tipe konseling berikut ini :
1.      Konseling krisis, dalam menghadapi saat-saat krisis yang dapat terjadi misalnya akibat kegagalan sekolah, kegagalan pergaulan atau pacaran, dan penyalahgunaan zat adiktif.
2.      Konseling fasilitatif, dalam menghadapi kesulitan dan kemungkinan kesulitan pemahaman diri dan lingkungan untuk arah diri dan pengambilan keputusan dalam karir, akademik, dan pergaulan social.
3.      Konseling preventif, dalam mencegah sedapat mungkin kesulitan yang dapat dihadapi dalam pergaulan atau sexual, pilihan karir, dan sebagainya.
4.      Konseling developmental, dalam menopang kelancaran perkembangan individual siswa seperti pengembangan kemandirian, percaya diri, citra diri, perkembangan karir dan perkembangan akademik.
Dengan demikian, kebutuhan akan hubungan bantuan (helping relationship), terutama konseling, pada dasarnya timbul dari diri dan luar individu yang melahirkan seperangkat pertanyaan mengenai apakah yang harus diperbuat individu. Dalam konsep Islam, pengembangan diri merupakan sikap dan perilaku yang sangat disitimewakan. Manusia yang mampu mengoptimalkan potensi dirinya, sehingga menjadi pakar dalam disiplin ilmu pengetahuan dijadikan kedudukan yang mulia disisi Allah SWT.


“…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al-Mujadalah 58:11)
G.     Pendekatan Islami dalam Pelaksanaan Bimbingan Konseling
Pendekatan Islami dapat dikaitkan dengan aspek-aspek psikologis dalam pelaksanaan bimbingan konseling yang meliputi pribadi, sikap, kecerdasan, perasaan, dan seterusnya yang berkaitan dengan konseli dan konselor. Bagi pribadi muslim yang berpijak pada pondasi tauhid pastilah seorang pekerja keras, namun nilai bekerja baginya adalah untuk melaksanakan tugas suci yang telah Allah berikan dan percayakan kepadanya, ini baginya adalah ibadah. Sehingga pada pelaksanaan bimbingan konseling, pribadi muslim tersebut memiliki ketangguhan pribadi tentunya dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1)     Selalu memiliki Prinsip Landasan dan Prinsip Dasar yaitu hanya beriman kepada Allah SWT.
2)     Memiliki Prinsip Kepercayaan, yaitu beriman kepada Malaikat.
3)     Memiliki Prinsip Kepemimpinan, yaitu beriman kepada Nabi dan Rasulnya.
4)     Selalu memiliki Prinsip Pembelajaran, yaitu berprinsip kepada Al-Qur’an Al Karim.
5)     Memiliki Prinsip Masa Depan, yaitu beriman kepada “Hari Kemudian”
6)     Memiliki Prinsip Keteraturan, yaitu beriman kepada “Ketentuan Allah”
Jika konselor memiliki prinsip tersebut (Rukun Iman) maka pelaksanaan bimbingan dan konseling tentu akan mengarahkan konseli kearah kebenaran, selanjutnya dalam pelaksanaannya pembimbing dan konselor perlu memiliki tiga langkah untuk menuju pada kesuksesan bimbingan dan konseling. Pertama, memiliki mission statement yang jelas yaitu “Dua Kalimat Syahadat”, kedua memiliki sebuah metode pembangunan karakter sekaligus simbol kehidupan yaitu “Shalat lima waktu”, dan ketiga, memiliki kemampuan pengendalian diri yang dilatih dan disimbolkan dengan “Puasa”. Prinsip dan langkah tersebut penting bagi pembimbing dan konselor muslim, karena akan menghasilkan kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ) yang sangat tinggi (Akhlakul Karimah). Dengan mengamalkan hal tersebut akan memberi keyakinan dan kepercayaan bagi konseli yang melakukan bimbingan dan konseling.


“Dan hendaklah ada diantara kamu suatu umat yang menyeru berbuat kebaikan, dan menyuruh orang melakukan yang benar, serta melarang yang mungkar. Merekalah orang yang mencapai kejayaan.” (Ali Imran : 104)
Pada ayat tersebut memberi kejelasan bahwa pelaksanaan bimbiungan dan konseling akan mengarahkan seseorang pada kesuksesan dan kebijakan, dan bagi konselor sendiri akan mendapat nilai tersendiri dari Allah SWT. Para pembimbing dan konselor perlu mengetahui pandangan filsafat Ketuhanan (Theologie), manusia disebut “homo divians” yaitu mahluk yang berke-Tuhan-an, berarti manusia dalam sepanjang sejarahnya senantiasa memiliki kepercayaan terhadap Tuhan atau hal-hal gaib yang menggetarkan hatinya atau hal-hal gaib yang mempunyai daya tarik kepadanya (mysterium trimendum atau mysterium fascinans). Hal demikian oleh agama-agama besar di dunia dipertegas bahwa manusia adalah mahluk yang disebut mahluk beragama (homo religious), oleh karena itu memiliki naluri agama (instink religious), sesuai dengan firman Allah SWT :


“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama Allah (tetaplah atas) fitrah (naluri) Allah yang telah menciptakan manusia menurut naluri itu, tidak ada perubahan pada naluri dari Allah itu. Itulah agama yang lurus, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (Ar-Rum : 30)
Pada diri konseli juga ada benih-benih agama, sehingga untuk mengatasi masalah dapat dikaitkan dengan agama, dengan demikian pembimbing dan konselor dapat mengarahkan individu (counselee) kearah agamanya, dalam hal ini Agama Islam. Dengan berkembangnya ilmu jiwa (psikologi), diketahui bahwa manusia memerlukan bantuan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya dan muncullah berbagai bentuk pelayanan kejiwaaan, dari yang paling ringan (bimbingan), yang sedang (konseling) dan yang paling berat (terapi), sehingga berkembanglah psikologi yang memiliki cabang-cabang terapan, diantaranya bimbingan, konseling dan terapi.
Selanjutnya ditemukan bahwa agama, terutama Agama Islam mempunyai fungsi-fungsi pelayanan bimbingan, konseling dan terapi dimana filosopinya didasarkan atas ayat-ayat Alquran dan Sunnah Rosul. Proses pelaksanaan bimbingan, konseling dan psikoterapi dalam Islam, tentunya membawa kepada peningkatan iman, ibadah dan jalan hidup yang di ridai Allah SWT
Daftar Pustaka
Abdul Rahman Saleh dan Muhbib Abdul Wahab. 2004.Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, Jakarta : Kencana.
Andi Mappiare AT. 2002. Pengantar Konseling dan Psikoterapi, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Ary Ginanjar Agustian. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual– ESQ. Jakarta : Penerbit Arga.
Sahilun A. Nasir. 2002. Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja. Jakarta :Kalam Mulia.
Zakiah Daradjat. 2001. Kesehatan Mental. Jakarta : Toko Gunung Agung.
Zakiah Daradjat. 2002. Psikoterapi Islami. Jakarta : Bulan Bintang
 http://kandidatkonselor.blogspot.com
Read More »

Konseling Realitas

0 komentar Diposting oleh A'an Setiawan at Rabu, April 24, 2013
A. Konsep Dasar Terapi Realitas
Terapi Realitas merupakan suatu bentuk hubungan pertolongan yang praktis, relatif sederhana dan bentuk bantuan langsung kepada konseli, yang dapat dilakukan oleh guru atau konselor di sekolah dalam rangka mengembangkan dan membina kepribadian/kesehatan mental konseli secara sukses, dengan cara memberi tanggung jawab kepada konseli yang bersangkutan.
Terapi Realitas berprinsip seseorang dapat dengan penuh optimis menerima bantuan dari terapist untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan mampu menghadapi kenyataan tanpa merugikan siapapun.
Terapi Realitas lebih menekankan masa kini, maka dalam memberikan bantuan tidak perlu melacak sejauh mungkin pada masa lalunya, sehingga yang paling dipentingkan adalah bagaimana konseli dapat memperoleh kesuksesan pada masa yang akan datang.
Adalah William Glasser sebagai tokoh yang mengembangkan bentuk terapi ini. Menurutnya, bahwa tentang hakikat manusiaadalah:
  1. Bahwa manusia mempunyai kebutuhan yang tunggal, yang hadir di seluruh kehidupannya, sehingga menyebabkan dia memiliki keunikan dalam kepribadiannnya.
  2. Setiap orang memiliki kemampuan potensial untuk tumbuh dan berkembang sesuai pola-pola tertentu menjadi kemampuan aktual. Karennya dia dapat menjadi seorang individu yang sukses.
  3. Setiap potensi harus diusahakan untuk berkembang dan terapi realitas berusaha membangun anggapan bahwa tiap orang akhirnya menentukan nasibnya sendiri
B. Ciri-Ciri Terapi Realitas
  1. Menolak adanya konsep sakit mental pada setiap individu, tetapi yang ada adalah perilaku tidak bertanggungjawab tetapi masih dalam taraf mental yang sehat.
  2. Berfokus pada perilaku nyata guna mencapai tujuan yang akan datang penuh optimisme.
  3. Berorientasi pada keadaan yang akan datang dengan fokus pada perilaku yang sekarang yang mungkin diubah, diperbaiki, dianalisis dan ditafsirkan. Perilaku masa lampau tidak bisa diubah tetapi diterima apa adanya, sebagai pengalaman yang berharga.
  4. Tidak menegaskan transfer dalam rangka usaha mencari kesuksesan. Konselor dalam memberikan pertolongan mencarikan alternatif-alternatif yang dapat diwujudkan dalam perilaku nyata dari berbagai problema yang dihadapi oleh konseli.
  5. Menekankan aspek kesadaran dari konseli yang harus dinyatakan dalam perilaku tentang apa yang harus dikerjakan dan diinginkan oleh konseli . Tanggung jawab dan perilaku nyata yang harus diwujudkan konseli adalah sesuatu yang bernilai dan bermakna dan disadarinya.
  6. Menghapuskan adanya hukuman yang diberikan kepada individu yang mengalami kegagalan., tetapi yang ada sebagai ganti hukuman adalah menanamkan disiplin yang disadari maknanya dan dapat diwujudkan dalam perilaku nyata.
  7. Menekankan konsep tanggung jawab agar konseli dapat berguna bagi dirinya dan bagi orang lain melalui perwujudan perilaku nyata.
C. Tujuan Terapi Realitas
  1. Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat menentukan dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
  2. Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul segala resiko yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya dalam perkembangan dan pertumbuhannya.
  3. Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
  4. Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang sukses, yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan individu untuk mengubahnya sendiri.
  5. Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri.
D. Proses Konseling (Terapi Realitas)
Konselor berperan sebagai:
  1. Motivator, yang mendorong konseli untuk: (a) menerima dan memperoleh keadaan nyata, baik dalam perbuatan maupun harapan yang ingin dicapainya; dan (b) merangsang klien untuk mampu mengambil keputusan sendiri, sehingga klien tidak menjadi individu yang hidup selalu dalam ketergantungan yang dapat menyulitkan dirinya sendiri.
  2. Penyalur tanggung jawab, sehingga: (a) keputusan terakhir berada di tangan konseli; (b) konseli sadar bertanggung jawab dan objektif serta realistik dalam menilai perilakunya sendiri.
  3. Moralist; yang memegang peranan untuk menetukan kedudukan nilai dari tingkah laku yang dinyatakan kliennya. Konselor akan memberi pujian apabila konseli bertanggung jawab atas perilakunya, sebaliknya akan memberi celaan bila tidak dapat bertanggung jawab terhadap perilakunya.
  4. Guru; yang berusaha mendidik konseli agar memperoleh berbagai pengalaman dalam mencapai harapannya.
  5. Pengikat janji (contractor); artinya peranan konselor punya batas-batas kewenangan, baik berupa limit waktu, ruang lingkup kehidupan konseli yang dapat dijajagi maupun akibat yang ditimbulkannya.
Teknik-Teknik dalam Konseling Realitas
  1. Menggunakan role playing dengan konseli
  2. Menggunakan humor yang mendorong suasana yang segar dan relaks
  3. Tidak menjanjikan kepada konseli maaf apapun, karena terlebih dahulu diadakan perjanjian untuk melakukan perilaku tertentu yang sesuai dengan keberadaan klien.
  4. Menolong konseli untuk merumuskan perilaku tertentu yang akan dilakukannya.
  5. Membuat model-model peranan terapis sebagai guru yang lebih bersifat mendidik.
  6. Membuat batas-batas yang tegas dari struktur dan situasi terapinya
  7. Menggunakan terapi kejutan verbal atau ejekan yang pantas untuk mengkonfrontasikan konseli dengan perilakunya yang tak pantas.
  8. Ikut terlibat mencari hidup yang lebih efektif.
Sumber: http://akhmadsudrajat.wordpress.com
Read More »

Selasa, 23 April 2013

Penguasaan Kelas Tanpa Marah-marah

0 komentar Diposting oleh A'an Setiawan at Selasa, April 23, 2013
Menjadi guru memang tidak mudah, perlu pengalaman dan kepribadian yang mendukung untuk menjadi guru yang matang selain juga penguasaan berbagai ilmu psikologi pendidikan praktis untuk mengelola kelas yang baik dan tenang. Ada tips atau saran yang perlu diperhatikan bagi seorang guru, yang kesulitan dalam menguasai kelas, mengatasi anak-anak murid yang selalu ribut, bermain, tidak perhatian dalam belajar dan sebagainya. Hal-hal tersebut disebabkan oleh beberapa kesalahan yang baik sengaja ataupun tidak, dilakukan oleh seorang guru di depan kelas.
  1. Kondisi kelas yang tidak mendukung
  2. Kelas yang lepas kendali
  3. Perbuatan jelek tanpa konsekwensi


Kondisi Kelas yang tidak mendukung

Kondisi kelas yang tidak mendukung, meja berantakan, murid yang belum siap untuk belajar, keasyikan bermain atau bawa mainan atau bermain dalam kelas dan sebagainya yang semua itu akan mengganggu atau bahkan menggagalkan proses belajar dikelas.
Pada dasarnya setiap kelas tidak siap untuk belajar. Gurulah yang seharusnya mempersiapkan, mengkondisikan kelas agar siap untuk belajar. Saya mengenal seorang guru SD teman sesama mengajar, ia masuk kelas 3, sudah siap untuk materi yang akan diajarkan yaitu bahasa Indonesia untuk kelas 3 SD. Tetapi murid tidak siap, mereka asyik bermain karena baru selesai istirahat tetapi bel tanda masuk sudah berbunyi, anak-anak tersebut masih merasa jam istirahat. Ia segera memerintahkan agar anak-anak tenang, mereka tidak mau tenang. Perintahnya ia ulang sampai tiga kali tidak juga tenang. Ia ambil spidol menulis di papan tulis besar-besar "HARAP TENANG" dengan harapan murid-murid mengerti bahwa ia sedang marah dan murid segera tenang memulai pelajaran. Sampai akhirnya ia putus asa anak-anak tidak juga tenang ia memulai pelajaran dengan keadaan kelas yang ribut, anak-anak asyik cerita sana-sini tidak memperhatikan guru yang sedang menerangkan pelajaran. Sampai waktu pelajaran hampir habis anak tidak juga tenang ia pun melepaskan tanggung jawabnya dengan duduk menenangkan diri di kantor majelis guru. Akhirnya anak-anak kelasnya timbul perkelahian ketahuan oleh kepala sekolah yang disalahkan adalah guru yang mengajar jam berikutnya. Ada juga teman saya yang tegas pada anak. Ia guru Bahasa Inggris. Setiap kali ia masuk kelas ia tidak langsung duduk di meja guru, tetapi berkeliling kelas menegur setiap anak yang asyik cerita, bermain, mengingatkan bahwa jam pelajaran sudah masuk dan tidak boleh ada yang bermain atau bercerita sesama teman. Bahkan ia mengambil permainan yang dimainkan anak-anak di dalam kelas. Anak-anak untuk sementara ketakutan permainannya diambil segera menyimpan mainannya kedalam tas. Ketika itu pula guru tersebut memerintahkan untuk mengeluarkan buku pelajaran bahasa inggris, dan anak-anak segera mematuhinya. Guru bahasa Inggris ini menguasai kelas dengan baik. Ia dapat dengan tenang mengajar dan konsentrasi muridpun dapat terkondisikan lebih baik untuk belajar. Demikianlah pentingnya mengkondisikan kelas. Gurulah yang mengkondisikan kelas agar tenang dan siap untuk belajar. Bukan guru menunggu agar murid tenang dan siap untuk belajar.

Kelas yang lepas Kendali

Kelas perlu kendali dari guru. Gurulah yang pegang kendali agar kelas senantiasa tetap tenang dan kondisi terfokus untuk belajar. Setiap murid selalu mencari celah kelonggaran dari seorang guru agar ia dapat bermain dan bebas berbuat sekehendak hatinya. Bahkan murid sekarang kreatif menciptakan celah kelonggaran kendali guru di kelas. Jangan salahkan murid tetapi gurulah yang senantiasa memegang kendali. Contoh guru bahasa Indonesia teman saya diatas adalah contoh guru yang tidak pernah memegang kendali kelas. Ia biarkan saja murid-murid ribut di kelas. Mengendalikan kelas dengan cara marah-marah, membentak murid, Berteriak-teriak menimbulkan ketegangan dan ketakutan yang tidak baik untuk suasana belajar. Inilah yang perlu di tanamkan dan diajarkan pada murid-murid bahwa setiap perbuatan ada konsekwensinya jadi ia akan mengerti dan berbuat yang lebih baik dan selalu memilih perbuatan yang baik untuk mendapatkan konsekwensi yang baik dari perbuatannya.

Perbuatan jelek tanpa konsekwensi

Konsekwensi adalah akibat dari perbuatan yang ia perbuat. Bisa hukuman bagi yang melakukan pelanggaran peraturan kelas, seperti berdiri di salah satu tempat dikelas yang terpisah dari kawan-kawanya dan sebagainya. Ada banyak konsekwensi yang perlu diterapkan pada anak didik agar mereka mengerti perbuatan baik dan mengerti jika ia melakukan perbuatan salah dapat konsekwensi hukuman dari guru. Konsekwensi ada konsekwensi logis, konsekwensi alam, kosekwensi substitusi dan lain sebagainya. Dapat seorang guru memilih atau membuat konsekwensi substitusi dari perbuatan yang dilakukan anak didik. Jika anak didik tidak diberikan atau tidak dikenalkan pada konsekwensi seperti itu maka anak tidak akan pernah tahu atau mengerti mana perbuatan baik dan benar dilakukan dan mana perbuatan yang salah yang seharusnya tidak dilakukan. Kalau keadaan tanpa konsekwensi ini berulang-ulang terjadi bukan saja anak didik tidak disiplin tetapi akan sulit mendidiknya untuk mengerti nilai-nilai dan norma yang ada dilingkungan kehidupannya.

Sumber: http://apa-adanya.blogspot.com
Read More »

Senin, 22 April 2013

Tips mendisiplinkan siswa tanpa harus menghukum

0 komentar Diposting oleh A'an Setiawan at Senin, April 22, 2013
Institusi sekolah erat kaitannya dengan disiplin. Bahkan di jaman tahun 80 an sekolah-sekolah yang dianggap baik terkenal karena peraturan yang ketat dan disiplin yang tinggi.  “Sekolah itu bagus karena disiplin nya kuat sekali, buktinya tiap ada anak yang melanggar peraturan dihukum dengan hukuman yang berat.” Komentar para orang tua siswa di jaman itu.  Demikian lah di jaman itu sekolah yang pandai menghukum siswa nya dengan hukuman berat malah diburu para calon orang tua siswa.

Banyak pihak yang masih menghubungkan penegakan disiplin di sekolah  dengan menghukum siswa. Padahal kedua-dua nya tidak saling berhubungan. Karena terbukti penegakan disiplin dengan hukuman hanya akan membuahkan sikap disiplin yang semu yang lahir karena ketakutan bukan karena lahirnya kesadar an akan perbaikan perilaku.

Sebenarnya ada jalan tengah diantara disiplin dan menghukum . Jalan tengah itu disebut konsekuensi. Sebuah konsekuensi berarti menempatkan siswa sebagai subyek. Seorang siswa yang dijadikan subyek berarti diberikan tanggung jawab seluas-luas nya dengan konsekuensi sebagai batasan.

Siswa terlambat masuk sekolah ? solusinya dia terkena konsekensi pulang lebih telat dari yang lainnya, atau waktu istirahat dan bermain dipotong . Jangan sampai disitu saja, bicarakan hal ini dengan orang tua siswa, karena mungkin masalah timbul bukan karena si anak tapi karena masalah orang tua.

Dalam mengatasi masalah terlambat masuk sekolah ini saya punya contoh menarik. Tidak jauh dari tempat tinggal saya  ada sebuah sekolah menengah atas yang memilih mengunci pintu gerbangnya setiap jam 7 pagi tepat. Anda bisa bayangkan mereka yang terlambat akan kesulitan untuk masuk karena pintu gerbang sudah terkunci.  Setiap hari akan ada sekitar 10 orang siswa  yang tertahan diluar menjadi tontonan warga sekitar yang lewat di depan sekolah tersebut.  Padahal mereka yang terlambat belum tentu malas, bisa saja karena alasan cuaca atau hal-hal lain yang tidk bisa dihindari.

Alasan pihak sekolah mungkin bisa diterima, tindakan mengunci gerbang diambil atas nama penegakkan disiplin dan membuat siswa menjadi sadar akan pentingnya datang tepat waktu ke sekolah. Tapi sadarkah pihak sekolah bahwa mengunci siswa di luar bisa mempermalukan harga diri sisw?  Bagaimana bila tetangga atau orang-orang yang mengenali mereka lewat saat mereka terkunci di luar.

Padahal saat sekolah mau menerapkan konsekuensi atas siswa yang terlambat, banyak tindakan yang bisa dilakukan, dari memotong jam istirahat sampai meminta mereka masuk sekolah di hari Sabtu atau Minggu saat teman -temannya libur. Dengan demikian harga diri siswa terjaga dan siswa menjadi makin bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukannya. Siswa juga menjadi sadar bahwa konsekuensi bertujuan untuk penyadaran dengan mengambil atau mengurangi hak istimewa mereka .

Mari kita mengenali apa itu hukuman dan konsekuensi
Hukuman
1. Menjadikan siswa sebagai pihak yang tidak punya hak tawar menawar dan tidak berdaya. Guru menjadi pihak yang sangat berkuasa. Ingat “Power tends to corrupt”
2. Jenisnya tergantung guru, apabila hati guru sedang senang maka siswa terlambat pun tidak akan dikunci diluar.
3. Bisa dijatuhkan berlipat-lipat derajatnya  terutama bagi siswa yang sering melanggar peraturan.
4. Guru cenderung memberi cap buruk bagi anak yang sering melanggar.
5. Sifatnya selalu berupa ancaman
6. Tidak boleh ada pihak yang tidak setuju, semua pihak harus setuju. Jadi sifatnya memaksa.

Konsekuensi
1. Dijatuhkan saat ada perbuatan yang terjadi dan berdasarkan pada aturan yang telah disepakati.
2. Sesuai dengan perilaku pelanggaran yang siswa lakukan.
3. Menghindari memberi cap pada anak, dengan memberi cap jelek akan melahirkan stigma pada diri anak bahwa ia adalah pribadi yang berperilaku buruk untuk selama-lamanya.
4. Membuat siswa bertanggung jawab pada pilihannya. Anda bisa mengatakan “Kevin kamu memilih untuk ribut pada saat bu guru sedang menerangkan maka silahkan duduk di luar selama 5 menit”. Dengan demikian anda menempatkan harga diri anak pada peringkat pertama. Bandingkan dengan perkataan ini “Kevin, dasar kamu anak tidak tahu peraturan,…. tukang ribut! Sana keluar….!

Sumber: http://gurukreatif.wordpress.com
Read More »

Kamis, 18 April 2013

Teori Dan Teknik Konseling “Pendekatan Gestalt”

0 komentar Diposting oleh A'an Setiawan at Kamis, April 18, 2013
A.1 Tentang Pendekatan Gestalt
M.A Subandi (Psikoterapi, hal.90-93) Salah satu pendekatan yang sangat memperhatikan kemampuan organisme untuk berkembang dan menentukan tujuannya adalah pendekatan Gestalt. Pendekatan gestalt lebih menekankan pada apa yang terjadi saat ini-dan-di sini, dan proses yang berlangsung, bukan pada masa lalu ataupun masa depan. Yang penting dalam pendekatan ini adalah kesadaran saat ini dalam pengalaman seseorang.

Penemu psikoterapi Gestalt adalah Frederick (Fritz) Perls dan mulai berkembang pada awal tahun 1950. Pendekatan Gestalt berfokus pada masa kini dan itu di butuhkan kesadaran saat itu juga. Kesadaran ditandai oleh kontak, penginderaan, dan gairah. Kontak dapat terjadi tanpa kesadaran, namun kesadaran tidak dapat dipisahkan dari kontak.
Geralt Corey dalam bukunya (Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, hal. 118) mengatakan bahwa terapi Gestalt yang dikembangkan oleh Frederick Perls adalah bentuk terapi yang mengharuskan individu menemukan jalannya sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka berharap mencapai kematangan.

A.2 Konsep Dasar
Psikoterapi Gestalt menitikberatkan pada semua yang timbul pada saat ini. Pendekatan ini tidak memperhatikan masa lampau dan juga tidak memperhatikan yang akan datang. Jadi pendekatan Gestalt lebih menekankan pada proses yang ada selama terapi berlangsung.
Dalam buku Geralt Corey menekankan konsep-konsep seperti perluasan kesadaran, penerimaan tanggung jawab pribadi, urusan yang tak terselesaikan, penghindaran,dan menyadari saat sekarang.
Bagi Perls, tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Karena masa lalu telah pergi dan masa depan belum terjadi,maka saat sekaranglah yang terpenting. Guna membantu klien untk membuat kontak dengan saat sekarang, terapis lebih suka mengajukan pertanyaan-pertanyaan ”apa” dan “bagaimana” ketimbang “mengapa”, karena pertanyaan mengapa dapat mengarah pada pemikiran yang tak berkesudahan tentang masa lampau yang hanya akan membangkitkan penolakan terhadap saat sekarang.
Konsep dasar pendekatan Gestalt adalah Kesadaran, dan sasaran utama Gestalt adalah pencapaian kesadaran. Menurut buku M.A Subandi (psikoterapi, hal. 96) kesadaran meliputi:
  1. Kesadaran akan efektif apabila didasarkan pada dan disemangati oleh kebutuhan yang ada saat ini yang dirasakan oleh individu
  2. Kesadaran tidak komplit tanpa pengertian langsung tentang kenyataan suatu situasi dan bagaimana seseorang berada di dalam situasi tersebut.
  3. Kesadaran itu selalu ada di sini-dan-saat ini. Kesadaran adalah hasil penginderaan, bukan sesuatu yang mustahil terjadi.
Dalam buku Geralt Corey (1995), dalam terapi Gestalt terdapat juga konsep tentang urusan yang tak terselesaikan, yaitu mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, sakit hati, kecemasan rasa diabaikan dan sebagainya. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan dan fantasi tertentu. Karena tidak terungkap dalam kesadaran, perasaan itu tetap tinggal dan dibawa kepada kehidupan sekarang yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Dengan ini, di harapkan klien akan dibawa kesadarannya dimasa sekarang dengan mencoba menyuruhnya kembali kemasa lalu dan kemudian klien disuruh untuk mengungkapkan apa yang diinginkannya saat lalu sehingga perasaan yang tak terselesaikan dulu bisa dihadapi saat ini.

B.     Tujuan Pendekatan Gestalt
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.
Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui konseling konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.
Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut.
  • Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas.
  • Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya
  • Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)
Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.

C.    Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Menurut ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012). Individu bermasalah, karena terjadinya pertentangan antara kekuatan “top dog” dan “under dog”. Top dog adalah posisi kuat yang menuntut, mangancam sedangkan under dog adalah keadaan membela diri, tidak berdaya dan pasif. Individu bermasalah karena ketidakmampuan seseorang dalam mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya karena disebabkan mengalami kesenjangan antara masa sekarang dan masa yang akan datang.

D.    Model-model pendekatan Gestalt
D.1. Model Pola Hubungan Konselor dengan Konseli
M. A Subandi dalam bukunya (Psikoterapi, hal. 89), Hubungan antara konselor dan klien adalah sejajar yaitu hubungan antara klien dan konselor itu adanya /melibatkan dialog dan hubungan
antara keduanya. Pengalaman – pengalaman kesadaran dan persepsi konselor merupakan inti dari proses konseling.
Menurut Gerald Corey dalam bukunya (Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, hal. 132),  hubungan terapis dan klien dalam praktek terapi Gestalt yang efektif yaitu dengan melibatkan hubungan pribadi-ke-pribadi antara terapis dan klien. Pengalaman-pengalaman, kesadaran, dan persepsi-persepsi terapis menjadi laatar belakang, sementara kesadaran dan reaksi-reaksi klien membentuk bagian muka proses terapi.

D.2. Model Peran Konselor
Menurut ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012). Dalam pendekatan teori Gestalt ini, peran konselor adalah:
  1. Memfokuskan pada perasaan klien, kesadaran pada saat yang sedang berjalan, serta hambatan terhadap kesadaran.
  2. Tugas terapis adalah menantang klien sehingga mereka mau memanfaatkan indera mereka sepenuhnya dan berhubungan dengan pesan-pesan tubuh mereka.
  3. Menaruh perhatian pada bahasa tubuh klien, sebagai petunujk non verbal.
  4. Secara halus berkonfrontasi dengan klien guna untuk menolong mereka menjadi sadar akan akibat dari bahasa mereka.
D.3. Model Operasional/Strategi
Dalam buku yang di baca penulis (M. A Subandi dalam bukunya Psikoterapi dan Menurut Gerald Corey dalam bukunya Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi) dapat di simpulkan bahwa focus utama konseling adalah bagaimana keadaan klien sekarang serta hambatan-hambatan apa yang
muncul dalam kesadarannya. Tugas konselor adalah mendorong klien untuk dapat melihat kenyataan yang ada pada dirinya dan mau mencoba menghadapinya, klien bisa diajak untuk memilih dua alternative, menolak kenyataan yang ada pada dirinya atau membuka diri untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya sekarang. Selain itu konselor diharapkan menghindari diri dari pikiran-pikiran yang abstrak, keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis, interpretasi, maupun memberi nasihat.
Konselor sejak awal sudah mengarahkan tujuan agar klien menjadi matang maupun menyingkirkan hambatan-hambatan yang menyebabkan klien tidak dapat berdiri sendiri. Konselor membantu klien menghadapi transisi dari ketergantungannya terhadap factor luar menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan dengan menemukan dan membuka ketersesatan atau kebuntuan klien. Pada saat klien mengalami ketersesatan dan klien menyatakan kekalahannya terhadap lingkungan dengan cara mengungkapkan kelemahannya, dirinya tidak berdaya, bodoh atau gila. Konselor membantu membuat perasaan klien untuk bangkit dan mau menghadapi ketersesatannya sehingga potensinya dapat berkembang lebih optimal.

D.4. Model Analisis dan Diagnosis Masalah
Dalam ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012), model analisis dan diagnosis masalah menurut pendekatan Gestalt adalah:
1. Konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien.
2. Konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan klien untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien. Ada dua hal yang dilakukan konselor yaitu, membangkitkan motivasi klien dan membangkitkan otonomi klien (menekankan bahwa klien boleh menolak saran-saran konselor asal dapat mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab).
3. Konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada saat ini. Klien diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi disini dan saat ini. Klien diperbolehkan memproyeksikan dirinya kepada konselor.
4. Setelah klien memperoleh pemahaman dan penyegaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir konseling. Pada fase ini klein menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.

D.5. Teknik dalam Pendekatan Gestalt
Dalam ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012), prinsip kerja teknik konseling Gestalt  yaitu:
  1. Penekanan tanggung jawab klien. Konselor bersedia membantu klien tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar klien mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.
  2. Orientasi sekarang dan saat ini. Konselor tidak membangun kembali (mengulang) masalalu atau motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang
  3. Orientasi kesadaran. Konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya.
Dalam buku Gerald Corey tahun 1995. Teknik-teknik yang biasanya dipakai yaitu:
  • Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogkan dua kecenderungan yang saling bertentangan yaitu, kecenderungan top dog (adil, menuntut, dan berlaku sebagai majikan) dan under dog (korban, bersikap tidak berdaya, membela diri, dan tak berkuasa). Disini ada permainan kursi kosong, yaitu klien diharapkan bermain dialog dengan memerankan top dog maupun under dog sehingga klien dapat merasakan keduanya dan dapat melihat sudut pandang dari keduanya.
  • Teknik Pembalikan
Teori yang melandasi teknik pembalikan adalah teori bahwa klien terjun ke dalam suatu yang ditakutinya karena dianggap bisa menimbulkan kecemasan, dan menjalin hubungan dengan bagian-bagian diri yang telah ditekan atau diingkarinya. Gejala-gejala dan tingkah laku sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasari. Jadi konselor bisa meminta klien memainkan peran yang bertentangan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya atau pembalikan dari kepribadiannya.
  • Bermain Proyeksi
Memantulkan pada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya.
  • Tetap dengan Perasaan
Teknik ini bisa digunakan pada saat klien menunjuk pada perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan yang ia sangat ingin menghindarinya. Terapi mendesak klien untuk tetap atau  menahan perasaan yang ia ingin hindari itu.

E.      Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Gestalt
Menurut ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012) dan buku Gerald Corey (Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, 1995). Kelebihan dan Kelemahan pendekatan Gestalt adalah:
E.1. Kelebihan
  • Terapi Gestalt menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan ke saat sekarang.
  • Terapi Gestalt memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan tubuh.
  • Terapi Gestalt menolakk mengakui ketidak berdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah.
  • Terapi Gestalt meletakkan penekanan pada klien untuk menemukan makna dan penafsiran-penafsiran sendiri.
  • Terapi Gestalt menggairahkan hubungan dan mengungkapkan perasaan langsung menghindari intelektualisasi abstrak tentang masalah klien.
E.2. Kelemahan
  • Terapi Gestalt tidak berlandaskan pada suatu teori yang kukuh
  • Terapi Gestalt cenderung antiintelektual dalam arti kurang memperhitungkan faktor-faktor kognitif.
  • Terapi Gestalt menekankan tanggung jawab atas diri kita sendiri, tetapi mengabaikan tanggung jawab kita kepada orang lain.
  • Teradapat bahaya yang nyata bahwa terapis yang menguasai teknik-teknik Gestalt akan menggunakannya secara mekanis sehingga terapis sebagai pribadi tetap tersembunyi.
  • Para klien sering bereaksi negative terhadap sejumlah teknik Gestalt karena merasa dianggap tolol. Sudah sepantasnya terapis berpijak pada kerangaka yang layak agar tidak tampak hanya sebagai muslihat-muslihat.
F.     Penerapan atau Aplikasi Pendekatan Gesatalt

F.1. Penerapan dalam Terapi Individu dan Kelompok
Terapi Gestalt bisa diterapkan dengan berbagai cara, baik dalam setting individual maupun setting kelompok
Setting Individu, menurut ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012)
Sebagai contoh, klien adalah seorang ibu yang terlalu keras mendidik anak perempuannya yang berusia 13 tahun. Aturan keras dari ibu membuat anak merasa ketakutan, cemas dan trauma bahakan beberapa hari tidak pulang kerumah yang tanpa sepengetahuan ibunya ternyata anaknya menginap di rumah nenek. Suaminya yang merasa kecewa dan kewalahan terhadap sikap
istrinya yang keras itu akhirnya meminta cerai. Latar bekang yang membuat istrinya keras seperti itu adalah didikan dari orang tua sang istri yang terlalu keras dari kecil sampai remaja. Istri sebenarnya merasa “sakit hati” dengan perlakuan itu dan sangant dendam. Dan didikan keras itulah yang diteruskannya kepada putrinya.
Dalam kasus seperti ini, konselor dapat menerapkan teknik permainan dialog yang didalamnya ada teknik kursi kosong. Klien disuruh untuk berperan sebagai under dog yang menjadi korban. Klien di arahkan untuk menjadi sadar akan perbuatannya saat ini bahwa sikapnya yang keras itu hanya sebagai ungkapan balas dendam yang di teruskan kepada putrinya. Selain itu, klien bisa disuruh untuk melakukan permainan ulangan. Mengulang kembali apa yang dialaminya dulu atas sikap kasar orang tuanya dengan upaya meningkatkan kesadaran atas pengulangan tersebut.
Setting Kelompok, menurut M.A Subandi dalam bukunya (Psikoterapi)
Sebagai contoh, teknik bermain peran di dalam kelompok. Misalnya seseorang yang merasa khawatir akan apa yang di pikirkan orang lain terhadapnya, ia kemudian diminta untuk memerankan orang yang mungkin menilainya itu. Setelah ia memerankan orang yang danggapnya menilai dirinya, ia di minta untuk mengecek kembali pada orang iti. Tidak jarang terjadi bahwa apa yang dianggapnya itu tidak nyata. Semua itu hanya penilaian saja, padahal orang lain tidak menilainya seperti yang dianggapnya.
Dalam setting kelompok seperti ini, biasanya anggota akan lebih cepat mengenali keyakinan yang kurang rasional yang selama ini belum pernah dicocokkannya dengan orang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald.1995.Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.Bandung: PT. Eresco
Gudnanto.2012.Pendekatan Konseling.UMK.FKIP
Subandi, M.A.Psikoterapi.Unit Publikasi Fakultas Psikologi UGM:Pustaka Pelajar
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/pendekatan-konseling-gestalt/ dikutip pada 11 Maret 2012.
http://binham.wordpress.com

Read More »
 
© 2012 SOFTECHNOGEEK | Modifikasi dan Publikasi Kodokoala. All Rights Reserved.