A. Pengertian
Dalam
praktik sehari-hari, konselor pasti akan berhadapan dengan klien yang
berbeda latar belakang sosial budayanya. Dengan demikian, tidak akan
mungkin disamakan dalam penanganannya (Prayitno, 1994).
Perbedaan-perbedaan ini memungkinkan terjadinya pertentangan, saling
mencurigai, atau perasaan-perasaan negatif lainnya. Pertentangan, saling
mencurigai atau perasaan yang negatif terhadap mereka yang berlainan
budaya sifatnya adalah alamiah atau manusiawi. Sebab, individu akan
selalu berusaha untuk bisa mempertahankan atau melestarikan nilai-nilai
yang selama ini dipegangnya. Jika hal ini muncul dalam pelaksanaan
konseling, maka memungkinkan untuk timbul hambatan dalam konseling.
Dalam
mendefinisikan konseling lintas budaya, kita tidak akan dapat lepas
dari istilah konseling dan budaya. Dalam pengertian konseling terdapat
empat elemen pokok yaitu:
1. Adanya hubungan,
2. Adanya dua individu atau lebih,
3. Adanya proses,
4. Membantu individu dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan.
Sedangkan dalam pengertian budaya, ada tiga elemen yaitu:
1. Merupakan produk budidaya manusia,
2. Menentukan ciri seseorang,
3. Manusia tidak akan bisa dipisahkan dari budayanya.
Sehingga konseling lintas budaya (cross-culture counseling)
mempunyai arti suatu hubungan konseling yang terdiri dari dua peserta
atau lebih, berbeda dalam latar belakang budaya, nilai-nilai dan gaya
hidup (Sue et al dalam Suzette et all 1991; Atkinson, dalam Herr, 1939).
Definisi singkat yang disampaikan oleh Sue dan Atkinson tersebut
ternyata telah memberikan definisi konseling lintas budaya secara luas
dan menyeluruh
.
B. Tujuan
Agar Konselor
dapat menyadari keberadaan budaya klien dan sensitif terhadap
kebudayaan klien, sehingga dapat menghargai perbedaan dan hal itu dapat
membuat konselor merasa nyaman dengan perbedaan yang ada antara dirinya
dan klien dalam bentuk ras, etnik, kebudayaan, dan kepercayaan. Dan juga supaya konselor dapat memahami bagaimana ras, kebudayaan, etnik, dan sebagainya yang mungkin
mempengaruhi struktur kepribadian, pilihan karir, manifestasi gangguan
psikologis, perilaku mencari bantuan, dan kecocokan dan ketidakcocokan
dari pendekatan konseling.
C. Fungsi
Bagi seorang konselor, konseling lintas budaya ini berfungsi memahami
dampak yang mungkin terjadi dari perbedaan budaya ini. Pengetahuan
mereka tentang perbedaan komunikasi, bagaimana gaya komunikasi ini
mungkin akan menimbulkan perselisihan atau membantu perkembangan dalam
proses konseling pada klien, dan bagaimana cara mencegah dampak yang mungkin terjadi itu, sehingga konselor dapat mengentaskan
permasalahan yang sedang dialami klien akan tetapi tidak hanya berusaha
membantu klien keluar dari masalahnya saja konselor pun berusaha memelihara dan mengembangkan
potensi-potensi dari dalam diri klien khususnya kesadarannya terhadap
keragaman budaya sehingga akan dapat lebih menghargai agama, keyakinan
dan nilai yang dimiliki oleh orang lain, termasuk atribut dan hal-hal
yangbersifat tabu, karena hal tersebut mempengaruhi pandangan seseorang.
Selain
itu, konseling lintas budaya berfungsi membantu seorang konselor dalam
melakukan pendekatan sesuai dengan keragaman budaya tersebut dalam
melaksanakan konseling.
Dimensi-Dimensi Sosial Budaya
A. Pengertian
Dimensi
sosial budaya merupakan sesuatu yang melekat pada kebudayaan yang
diadopsi secara turun temurun oleh penerusnya dan hal ini sangat
berkaitan erat dengan nilai adat istiadat.
Pada dasarnya dimensi kebudayaan sangat sulit diubah, hal ini membutuhkan proses yang berkepanjangan, karena berkaitan dengan pola pikir masyarakat dan kebiasaan yang mereka anggap benar.
Adapun nilai yang dipahami dari dimensi tersebut antara lain :
Pada dasarnya dimensi kebudayaan sangat sulit diubah, hal ini membutuhkan proses yang berkepanjangan, karena berkaitan dengan pola pikir masyarakat dan kebiasaan yang mereka anggap benar.
Adapun nilai yang dipahami dari dimensi tersebut antara lain :
1. Nilai kebersamaan sosial yaitu masyarakat yang secara bersama-sama bekerja bakti membersihkan makam dan membuat umbul-umbul.
2. Nilai religi yaitu hubungan manusia dengan Tuhan dapat terjalin dengan baik.
3. Nilai keamanan yaitu masyarakat bisa terbebas dari rasa cemas, takut ataupun khawatir sehingga akan merasa nyaman.
4. Nilai ekonomi yaitu denan tetap melaksanakan upacara masyarakat akan lebih mudah dan biasa memenuhi kebutuhan hidupnya.
B. Proses Pembudayaan
Pembudayaan yaitu proses pemberian (transfer)
nilai-nilai budaya dan agama kepada seseorang, sehingga yang
bersangkutan memiliki prilaku yang sopan, berbudaya, bermoral dan
beretika.
Proses pembudayaan dan pengetahuan berlangsung dalam keluarga dan lingkungan sekitar yang bersangkutan.
Proses pembudayaan dan pengetahuan berlangsung dalam keluarga dan lingkungan sekitar yang bersangkutan.
Proses pembudayaan (enkulturasi)
adalah upaya membentuk perilaku dan sikap seseorang yang didasari oleh
ilmu pengetathuan, keterampilan sehingga setiap individu dapat memainkan
perannya masing-masing. Proses pembudayaan terjadi dalam bentuk
pewarisan tradisi budaya dari satu generasi kepada generasi berikutnya
dan adopsi tradisi budaya oleh orang yang belum mengetahui budaya
tersebut sebelumnya. Pewarisan tradisi budaya dikenal sebagai proses
enkulturasi (enculturation) sedangkan adopsi tradisi budaya dikenal sebagai proses akulturasi (aculturation).
Proses
pembudayaan enkulturasi biasanya terjadi secara informal dalam
keluarga, komunitas budaya suatu suku, atau budaya suatu wilajah. Proses
pembudayaan enkulturasi dilakukan oleh orang tua atau orang yang
dianggap senior terhadap anak-anak, atau terhadap orang yang dianggap
lebih muda. Tata krama, adat istiadat, keterampilan suatu suku/keluarga
biasanya diturunkan kepada generasi berikutnya.
Sementara itu, proses akulturasi biasanya terjadi secara formal melalui pendidikan seseorang yang tidak tahu, diberi tahu dan disadarkan akan keberadaan suatu budaya, dan kemudian orang tersebut mengadopsi budaya tersebut; misalnya seseorang yang baru pindah ke tempat baru, maka ia akan mempelajari bahasa, budaya, dan kebiasaan dari masyarakat ditempat baru tersebut, lalu ia akan berbahasa dan berbudaya, serta melakukan kebiasaan sebagaimana masyarakat itu.
Sementara itu, proses akulturasi biasanya terjadi secara formal melalui pendidikan seseorang yang tidak tahu, diberi tahu dan disadarkan akan keberadaan suatu budaya, dan kemudian orang tersebut mengadopsi budaya tersebut; misalnya seseorang yang baru pindah ke tempat baru, maka ia akan mempelajari bahasa, budaya, dan kebiasaan dari masyarakat ditempat baru tersebut, lalu ia akan berbahasa dan berbudaya, serta melakukan kebiasaan sebagaimana masyarakat itu.
C. Proses Sosialisasi
Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai a process by which a child learns to be participant member of society proses dimana seorang anak belajar menjadi anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat (Berger, 1978:116). Definisi ini disajikannya dalam suatau pokok bahasan berjudul society in man; dari sini tergambar pandangannya bahwa melalui sosialisasi masyarakat dimasukkan ke dalam manusia. http://abrahamzakky.blogspot.com/2009/02/proses-sosialisasi-dan-interaksi-sosial.html. Sehingga
dapat kita katakan sosialisasi adalah proses seorang belajar menjadi
anggota masyarakat yang berpartisifasi secara aktif.
Proses sosialisasi terjadi empat tahap yaitu :
a. Persiapan
Pada tahap ini anak mualai belajar mengambil peranan orang-orang disekeliling terutama orang yang paling dekat (keluarga)
Pada tahap ini anak mualai belajar mengambil peranan orang-orang disekeliling terutama orang yang paling dekat (keluarga)
b. Meniru
Pada tahap ini anak tidak hanya mengetahui peranan yang harus dijalankan tetapi harus mengetahui peranan yang dijalankan orang lain.
Pada tahap ini anak tidak hanya mengetahui peranan yang harus dijalankan tetapi harus mengetahui peranan yang dijalankan orang lain.
c. Bertindak
Pada tahap ini anak dianggap mampu mengambil peranan yang dijalankan orang lain dalam masyarakat luas.
Pada tahap ini anak dianggap mampu mengambil peranan yang dijalankan orang lain dalam masyarakat luas.
d. Menerima norma
Pada tahan ini anak telah siap menjalankan peranan orang lain, ia mulai memiliki kesadaran akan tanggung jawab.
Pada tahan ini anak telah siap menjalankan peranan orang lain, ia mulai memiliki kesadaran akan tanggung jawab.
Sosialisasi
disini juga merupakan proses yang membantu individu agar belajar
menyesuaikan diri bagaimana cara hidup, cara berfikir dengan kelompoknya
agar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya.
D. Proses Personalisasi
Setiap
pribadi adalah unik, maka tiap-tiap individu itu memiliki perbedaan
satu sama lain maka ada kalanya individu ini ingin perbedaan yang ia
miliki itu diakui oleh sekelilingnya dan hal itu membuatnya memiliki
keunikan tersendiri yang membuatnya berbeda dari yang lain.
Refrensi
Prayitno. 1987. Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konselor. Jakarta: Depdikbud.
http://karyaboy.blogspot.com/2008/02/konseling-lintas-budaya.html
http://hudaita.blogspot.com/2009/09/proses-pembudayaan-melalui-pendidikan.html
http://cybercounselingstain.bigforumpro.com/konseling-lintas-budaya-f34/dimensi-dimensi-sosial-budaya-t56.htm
http://abrahamzakky.blogspot.com/2009/02/proses-sosialisasi-dan-interaksi-sosial.html
http://myeyes-hariyadi2505.blogspot.com
Tags:
Pendidikan
0 komentar:
Have any question? Feel Free To Post Below: