Download

Sabtu, 30 Maret 2013

Konseling Keluarga Berencana

0 komentar Diposting oleh A'an Setiawan at Sabtu, Maret 30, 2013
Konseling Keluarga Berencana
Merupakan hal yang amat penting, karena dapat membantu klien keluar dari berbagai pilihan dan alternative masalah kesehatan reproduksi dan keluarga berencana (KB). Konseling yang baik membuat klien puas (satisfied). Juga membantunya dalam menggunakan metoda KB secara konsisten dan sukses.
Lalu, apa yang dibutuhkan dalam konseling yang baik? Terutama untuk klien yang baru pertama kali mengunakan alat KB, ada 6 prinsip yang perlu diperhatikan. Konseling yang baik tidak banyak menyita waktu, yang penting informasi yang diberikan sesuai dengan apa yang dibutuhkan klien.
  • Kenali klien dengan baikà dengan sikap ramah, respek, tumbuhkan rasa saling percaya. Konselor dapat menunjukkan bahwa klien dapat berbicara terbuka sekalipun hal yang sensitive. Jawablah pertanyaan yang diajukannya secara lengkap dan terbuka. Jaga kerahasiaan dan jangan membicarakannya kepada orang lain.
  • Interaksià dengarkan, pelajari, dan respon klien. Karena tiap klien itu berbeda, mengerti benar apa yang dibutuhkannya, penuh perhatian, dan mengerti keadaannya. Oleh karena itu, dorong klien untuk bicara dan menjawab tiap pertanyaan yang diajukan secara terbuka.
  • Sesuaikan informasià pelajari informasi yang dibutuhkan klien, sesuaikan dengan tahap kehidupan yang dilaluinya. Contoh, pasangan muda tentunya ingin mengetahui lebih banyak tentang metoda sementara guna menunda kehamilan; wanita usia tua dengan informasi kontap/sterilisasi (MOW/vasektomi); lain hal dengan anak muda yang belum menikah, mereka butuh pengetahuan tentang bagaimana mengindari IMS termasuk HIV/AIDS. Oleh karenanya, onselor memberikan informasi yang akurat dengan bahasa yang dimengerti klien.
  • Hindari informasi berlebihà klien tidak dapat menggunakan semua informasi tentang tiap metoda KB. Informasi berlebih membuat klien sulit mengingat informasi pentingnya. Kita sebut ini dengan istilah, “overload information”. Jangan menyita banyak waktu dalam menyampaikan pesan/ informasi.
  • Metoda konselor, diharapkan klienà membantu klien menentukan pilihan, dan mengahrgai pilihannya. Konseling yang baik di mulai dari apa yang dipikirkan dan diajukan klien. kemudian mengamati apakah klien memahami metoda tersebut. Termasuk untung dan ruginya, bagaimana cara menggunakannya, Bantu klien memikirkan metoda lain juga dan bandingkanlah. Dengan cara ini memberi keyakinan atas metoda pilihannya. Jika tida ada pertimbangan medis, klien dapat menggunakan metodanya. Yang penting ialah klien menggunakan dalam waktu lama (konsisten) dan efektif.
  • Bantu klien untuk mengingat dan mengertià menunjukkan sampel/contoh alat KB, dorong ia menggunakannya. perlihatkan dan jelaskan dengan plifchart, poster, pamplet bergambar. Tiap saat amati klien, jika ia pulang, ingatkan untuk membagi informasi kepada orang lain.
6 TOPIK
  1. Efektifitasà bagaimana kemampuan metoda KB mencegah kehamilan tergantung kepada penggunanya (akseptor). Banyaknya angka kehamilan karena kegagalan KB, tergantung dari konsistensi dan ketepatan penggunaannya. Konselor membantu klien mempertimbangkan apa dan bagaimana mereka menggunakannya, cocok dan tepatnya. Efektifitas merupakan pertimbangan penting dalam memilih metoda KB. Tetapi, banyak klien mempunyai pertimbangan lain.
  2. Untung dan rugià ini penting, mengingat kerugian bagi kebanyakan orang, justru keuntungan bagi yang lainnya. Contoh, seorang wanita cenderung memilih injeksi, sebaliknya yang lain justru menghindarinya dengan alasan takut diinjeksi.
  3. Efek samping dan komplikasià beritahu klien mengenai efek samping dari metoda KB tersebut. Kebanyakan metoda mempunyai efek samping yang hampir sama. Ingat, “efek samping dan komplikasi dapat dikatakan sebagai suatu kerugian”. Jadi bagaimana cara kita meminimalisasinya.
  4. Bagaimana cara penggunaannyaà guna menghindari kegagalan. Apalagi metoa pil yang notabene perlu diingat dengan baik, bagaimana pula membicarakan kondom dengan partner seksualnya.
  5. Mencegah IMSà termasuk HIV/AIDS telah merebak di berbagai Negara. Konselor harus membantu klien memahami dan mampu mengukur tingkat resiko untuk terkena IMS. Jelaskan tentang metoda A,B, C, dan D untuk mencegah IMS dan HIV/AIDS.
  6. Kapan kemabalià banyak metoda yang mengharuskan klien kembali ke klinik. Seperti IUD, MOW/MOP yang mengharuskannya secara rutin kembali ke tempat konseling. Konselor selalu memberikan anjuran kepada klien untuk kembali kapanpun dan untuk pertimbangan apapun.
6 LANGKAH KONSELING
Dalam bahasa Inggris kita mengenal istilah GATHER, yakni:
G
reet client sambut klien secara terbuka dan ramah, tanamkan keyakinan penuh, katakana juga bahwa tempat tersebut sangat pribadi. Sehingga hal yang didiskusikan akan menjadi rahasia.
A
sk client about themselves tanyakan klien tentang permasalahannya, pengalamannya dengan alat KB dan kesehatan reproduksinya. Tanyakan pula apakah telah ada metoda yang dipikirkan. Kita menyikapi dan mencoba menempatkan kita pada posisi klien. Dengan begitu akan memudahkan kita memahami apa sebenarnya permasalahan klien. Dengan perkataan lain, klien sebagai subjek sekaligus objek.
T
ell client about choices tanyakan tentang pilihannya, fokuskan perhatian kepada metoda yang dipilih klien. Tetapi ajukan pula metoda lain.
H
elp client make an informed choices Bantu membuat pilihan yang tepat, dorong ia mengemukakan pendapatnya dan ajukan beberapa pertanyaan! Apakah metoda KB tersebut memenuhi criteria medik. Juga apakah partner seksualnya mendukung keputusannya. Jika mungkin bicarakan dengan keduanya. Tanyakan metoda apa yang klien putuskan untuk digunakan.
E
xplain fully how to use the choosen method jelaskan cara menggunakan metoda pilihannya, dorong ia berbicara secara terbuka, jawab pula secara terbuka dan lengkap. Berilah kondom kepada klien yang beresiko IMS. Selain menggunakan kondom, apakah juga menggunakan metoda KB lainnya.
R
eturn visits should be welcomed kunjungan kembali, bicarakan dan sepakati kapan klien kembali untuk follow-up. Dan selalu mempersilakan klien kembali kapan saja.


Sumber: http://moeslimah11.blogspot.com/
Read More »

Olympus VH-520, Sensor 14-megapixel CMOS Plus Editor Foto

0 komentar Diposting oleh A'an Setiawan at Sabtu, Maret 30, 2013
66ba1d5f5e74e6f0c3d301040d146f98

Olympus memperkenalkan perangkat kamera digital terbaru dengan desain kompak, serta menawarkan fitur merekam dengan kualitas Full HD 1080p. Kamera digital yang  tajuk Olympus VH-520 ini hadir dengan menawarkan IHS Teknologi untuk pengambilan gambar pada cahaya minim.

Olympus VH-520 menawarkan sensor 14-megapixel CMOS, dan memanfaatkan prosesor TruePic V yang pertama kali dikembangkan untuk digunakan dalam kamera digital SLR. Dibekali optical zoom 10x serta optical digital 20xZoom, VH-520 juga membenamkan fitur image stabilization, ISO hingga 6400, HDR Backlight Adjustment dan membenamkan layar berdimensi 3 inchi.

Fitur lain juga hadir adalah kemampuan merekam dalam high definition full HD, serta modus High Speed Movie yang menyediakan pemutaran gerak lambat atau slow motion. Ada juga modus Multi-motion Move IS untuk kualitas video yang lebih tajam, untuk audio yang dihasilkan sudah stereo untuk memberikan kualitas yang setara untuk pemutaran video HD.
330aaa0d0751fd6960309617b0aca0b0
1f0461c918a20bba6ccc864188b9e113
F00590239b0cfadff63a8e789020c218
Menariknya, Video serta gambar yang dihasilkan dapat diedit via aplikasi Filter Magic dimana aplikasi ini biasa digunakan oleh para fotografer. Selain itu hasil gambar yang dihasilkan dapat disharing via Instagram ataupun aplikasi fotografi lainnya.

Olympus VH-520 tersedia dalam 4 varian warna seperti Merah, Ungu, Biru dan Hitam. Untuk ketersediaanya kamera ini bakal hadir pada bulan April 2013 mendatang dengan harga € 149,99. (deni)

Spesifikasi dan Fitur:
- 10x wide optical zoom lens (26-260mm*) with 20x Super Resolution
- Zoom for effortless close-ups and wide-angle shots
- 14 Megapixel CMOS sensor for extremely high-quality full-size movies, stills and prints
- iHS technologies for capturing exactly the shots you want with rich colour and low noise, irrespective of shooting conditions
1080p Full HD Movie with stereo sound for capturing movies in the best image quality
- Multi-motion Movie IS for recording Full HD movies with reduced blur while walking
- Mechanical, lens-based Dual Image Stabilisation for reducing blur caused by shaking, even with long exposures
- TruePic V image engine for excellent image quality
- HDR Backlight Adjustment for ideal exposure when shooting against the light
- High Speed Movie for recording video at high frame rates (240 or 120fps) and playing it back in dramatic slow motion
- ISO up to 6400 for excellent imaging despite poor light
- 3" colour LCD (460,000 dots) for easily framing, reviewing and sharing shots
- Magic Filters for adding creative effects to stills or Full HD movies

Sumber: Deni Hardian  (http://www.tabloidpulsa.co.id)
Read More »

Kamera Terbaru Olympus 2013 High End Dan Paten Viewfinder Melalui Kacamata

0 komentar Diposting oleh A'an Setiawan at Sabtu, Maret 30, 2013
Kamera Terbaru Olympus 2013
Kamera Terbaru Olympus 2013, Image Courtesy 43rumors.com
OpenPN mendapat kontak dengan Olympus Perancis dan mereka menegaskan beberapa hal terkait kamera terbaru Olympus 2013. Berikut beberapa petunjuknya :
  • Pada akhir tahun 2013, Olympus akan mengungkap kamera baru mereka yang akan sepenuhnya memanfaatkan kinerja yang luar biasa dari lensa 4/3 lama. Kemungkinan Olympus akan mengembangkan teknologi Phase Detect AF, sehingga lensa-lensa lama bisa bekerja maksimal.
  • Kamera baru ini akan memiliki teknologi digital yang paling canggih di pasar.
  • Olympus akan terus memperluas jangkauan optik untuk mount Micro 4/3.
Kata “teknologi paling canggih” dari Olympus ini bisa berarti berbagai hal, berikut beberapa prediksi (atau lebih tepatnya whislist) dari 43rumors.com :
  • Penggunaan sensor 3 layer seperti sensor Foveon yang digunakan Sigma (Seri DP yang menakjubkan pada ISO rendah).
  • Hybrid teknologi untuk viewfinder optical dan elektronik (sepeti yang digunakan oleh Fuji).
  • Seluruhnya menggunakan shutter elektronik (tidak ada penundaan rana, tanpa suara).
Selain itu semua, Olympus baru-baru ini mematenkan teknologi unik dimana viewfinder akan menempel di mata sebagai kacamata, menggabungkan teknologi futuristik dengan menggunakan sebuah kamera Olympus. Kacamata bekerja sebagai semacam jendela bidik (viewfinder) diposisikan langsung di atas mata Anda. Gambar elektronik muncul pada saat kamera dinyalakan dan diarahkan ke obyek foto. Paten Olympus menjelaskan bagaimana hal ini juga akan membantu untuk miniaturirasi kamera karena tidak lagi membutuhkan built-in viewfinder atau layar LCD. Wow .. sangat menarik untuk ditunggu.
Viewfinder Kacamata Paten Olympus
Viewfinder Kacamata Paten Olympus, Image Courtesy 43rumors.com
*) Perlu dicatat bahwa tidak semua paten akan muncul sebagai produk massal, tetapi setidaknya kita mengetahui apa yang ada di kepala R&D pabrikan tentang kamera masa depan.

Sumber: http://rumorkamera.com
Read More »

Rabu, 27 Maret 2013

Tips Memilih Mode Metering yang Tepat

0 komentar Diposting oleh A'an Setiawan at Rabu, Maret 27, 2013
Banyak dari kita yang masih belum mantap dalam memilih mode metering yang digunakannya saat memotret. Padahal mode metering adalah fitur standar kamera digital, bahkan hingga kamera ponsel modern pun kini sudah menyediakan fitur ini. Kali ini saya coba membuat tulisan soal tips memilih mode metering yang tepat, dengan harapan kita bisa mendapat foto dengan eksposure yang baik di setiap kondisi pencahayaan.

Fotografi adalah bermain dengan cahaya, dimana kendali akan cahaya ditentukan dari tiga komponen eksposure yaitu shutter, aperture dan ISO. Dalam menentukan nilai eksposure ini, kamera mengukur intensitas cahaya yang masuk melalui lensa dan proses ini dinamakan dengan istilah metering. Pada prinsipnya kamera akan berupaya menjaga eksposure yang pas dimana foto yang dihasilkan memiliki area gelap (shadow), area tengah/grey (midtone) dan area terang (highlight) yang berimbang. Tidak seperti mata manusia, sensor pada kamera digital (atau film pada kamera analog) punya rentang sensitivitas terhadap cahaya yang tidak terlalu lebar sehingga ada saja kasus dimana kamera gagal mereproduksi kondisi aktual di lapangan dalam sebuah foto. Contoh yang paling mudah ditemui adalah terjadinya highlight clipping atau area terang yang detailnya sudah hilang dan ini sering dijumpai pada foto dengan kontras tinggi. Sebaliknya, sebuah foto bisa dikatakan tidak tepat eksposurenya bila banyak area shadow yang terlalu gelap sehingga bisa dibilang under-eksposure.
metering_1
Pilihan mode metering disediakan untuk mengakomodir berbagai kondisi pemotretan yang pasti punya banyak variasi pencahayaan, mulai dari siang terik, kontras tinggi hingga tempat yang kurang cahaya. Pilihan mode yang umum dijumpai pada kebanyakan kamera digital yaitu :
  • multi segment/evaluative/matrix : mengukur cahaya pada keseluruhan bidang foto
  • center weight : mengukur cahaya dengan prioritas utama pada area tengah foto
  • spot : hanya mengukur cahaya di titik kecil tertentu dan mengabaikan cahaya di area lainnya
Kita kupas satu per satu ya….

matrix

Pada mode metering yang pertama, yaitu multi segment/evaluative/matrix metering, kamera menentukan eksposure berdasarkan perata-rataan pengukuran cahaya di seluruh bidang foto.  Caranya, sensor pada modul light meter dibagi ke dalam beberapa area kecil lantas kamera mengukur intensitas cahaya di tiap-tiap area tadi. Selanjutnya kamera akan mengkalkulasi rata-rata dari intensitas cahaya dan menentukan eksposure yang sesuai. Inilah mode yang dianggap paling memberikan eksposure yang paling tepat dan punya akurasi yang tinggi.

Pada mode ini, semakin banyak area yang menjadi referensi pengukuran maka akan semakin presisi hasil perhitungannya, dan semakin kecil resiko metering kamera meleset. Mode ini jadi mode ‘default’ untuk kebanyakan situasi pemotretan dan bisa diandalkan untuk dipakai sehari-hari. Masalahnya, ada situasi dimana mode ini bisa tertipu, seperti saat ada cahaya yang lebih terang diluar objek foto dan bisa mengacaukan kalkulasi kamera.

center weight

Di mode kedua, yaitu center weight, kamera masih mengandalkan pengukuran dari banyak area sensor namun lebih memprioritaskan pengukuran pada bidang tengah foto dan cenderung mengabaikan intensitas cahaya di luar area tengah itu. Dengan memakai mode metering ini, area tengah yang umumnya jadi subjek foto, bisa mendapat eksposure yang lebih tepat. Mode ini cocok untuk potret wajah atau kebutuhan lain yang memang mementingkan eksposure yang tepat pada bagian tengah foto. Namun untuk foto landscape, mode ini kurang cocok karena pada foto landscape tiap bagian pada foto punya arti yang sama pentingnya.
spot
Di mode ketiga yang bernama spot metering ini kamera hanya mengukur cahaya pada sebidang titik kecil (sekitar 5% dari bidang foto) dan akan mengabaikan 95% area selain titik tadi. Mode ini berguna untuk memotret di tempat yang pencahayaannya amat kompleks dimana bila tidak memakai mode spot maka tidak akan didapat eksposure yang sesuai. Pada kamera DSLR, spot meter bisa disinkronkan dengan titik AF yang ada sehingga kamera akan mengukur spot meter pada titik AF yang dipilih (tidak selalu harus ditengah).
Kasus yang umum membutuhkan kita untuk memakai spot meter adalah saat keseluruhan bidang foto lebih terang atau lebih gelap dari objek yang akan difoto. Namun bila salah memakai mode ini, foto yang dihasilkan bisa jadi terlalu terang atau gelap, maka itu perlu banyak berlatih.
Perlu diingat bahwa nilai eksposure tidak ada standar pasti. Kita hanya mengandalkan mata untuk menilai apakah foto yang dihasilkan sudah memiliki eksposure yang tepat (kadang foto yang agak gelap atau agak terang tidak berarti foto itu gagal). Bila menurut kita ternyata foto yang dihasilkan oleh kamera belum sesuai dengan keinginan, bisa dikompensasikan dengan kompensasi eksposure (Ev) ke arah negatif (lebih gelap) atau positif (lebih terang). Bisa juga bermain kuncian eksposure (exposure lock), bila kita ingin berkreasi lebih kreatif lagi..
Jadi, tips yang saya bisa sharing disini :
  • mode evaluative/matrix cocok untuk dipakai sehari-hari, apalagi bila area yang difoto relatif rata pencahayaannya
  • bila ingin mendapat akurasi eksposure yang baik di bagian tengah foto, gunakan center weight
  • center weight juga cocok dipakai bila ada backlight di belakang objek foto
  • gunakan spot meter bila kita gagal mendapat eksposure yang tepat pada objek foto memakai mode lainnya
  • bila kamera anda tidak ada mode spot meter, alternatifnya gunakan partial metering (seperti EOS 1000D)
  • bila eksposure yang diberikan kamera masih belum memuaskan, siasati dengan bermain Ev ke arah plus (terang) atau minus (gelap)
  • banyak berlatih dengan berbagai mode metering dan amati perbedaannya.
Sumber: http://kamera-gue.web.id

Read More »

Lensa Canon Terbaru 2013 50mm f/1.4 Dan 14-24mm f/2.8L

0 komentar Diposting oleh A'an Setiawan at Rabu, Maret 27, 2013

50f14Lensa Canon terbaru 2013 pertama adalah prime non-L EF 50mm f/1.4 IS yang dirumorkan akan diluncurkan tahun depan. Ini adalah lensa pengganti untuk EF 50mm f/1.4 yang sudah sangat tua, dikeluarkan tahun 1993, wow sudah berumur hampir 20 tahun !. Dengan adanya fitur IS (Image Stabilizer) tentu saja lensa ini patut dipertimbangkan. Varia lainnya yang lebih lambat dengan f/1.8 menurut Canonrumors.com juga sedang dipersiapkan.
Tapi jangan berharap lensa-lensa ini akan dihargai kurang dari $800, karena semua saudaranya yaitu lensa EF 24mm f/2.8 IS, EF 28mm f/2.8 IS dan EF 35mm f / 2 IS kisaran harganya ya segitu. Lensa EF 85mm f/1.8 juga termasuk sedang digarap dengan versi IS.
Paten Canon 14-24mm f/2.8
Paten Canon 14-24mm f/2.8

Lensa Canon terbaru yang terakhir adalah lensa ultra wide fast zoom 14-24mm f/2.8L. Beberapa paten telah direferensikan sebagai formula optik untuk lensa ini, yang memberikan kita gambaran apa yang ada di benak tim R&D di Canon. Lensa sudah ada dalam jadwal produksi tahun depan, jika tidak ada penundaan. Rumornya sih baru akan tersedia pada akhir 2013. Hal ini masuk akal bahwa ini semacam lensa akan diumumkan dengan kamera megapiksel besar yang dekat Canon akan mengungkap pada tahun 2013.

Sumber:  http://rumorkamera.com

Read More »

Selasa, 26 Maret 2013

Canon Rilis DSLR EOS 700D, Menggantikan EOS 650D Yang Masih Berumur 9 Bulan

0 komentar Diposting oleh A'an Setiawan at Selasa, Maret 26, 2013

Sebelumnya Canon merilis kamera DSLR Canon EOS SL1 yang sekaligus menjadi kamera DSLR terkecil dan teringan di dunia untuk berkompetisi dengan kamera mirrorless di pasar global kamera konsumer. Kali ini Canon juga merilis kamera DSLR Canon EOS 700D/T5i yang akan mengupdate versi terdahulunya, Canon DSLR EOS 650D/T4i yang masih belum berumur 1 tahun, sejak tanggal perilisannya.


Perilisan kamera DSLR EOS 700D ini cukup mengejutkan banyak pihak, karena pihak Canon dengan begitu saja melakukan update pada kamera DSLR Canon EOS 650D yang baru saja memasuki bulan ke-9 dari bulan perilisannya. Bahkan pada update kali ini, hampir tidak ada perubahan spesifikasi antara Canon EOS 700D dengan 650D, perbedaannya lebih terletak pada penambahan fitur-fitur kreatif yang ada di dalam kamera dan dukungan penggunaan lensa STM.
Berikut spesifikasi singkat kamera DSLR Canon EOS 700D :
Product Highlights
  • STM Lens Support for Quiet AF in Movies
  • 18.0MP APS-C CMOS Sensor
  • DIGIC 5 Image Processor
  • 3.0″ Vari-Angle Touch Screen LCD
  • ISO 100-12800, Expandable to 25600
  • Full HD 1080 Video with Continuous AF
  • 5.0 fps Continuous Shooting
  • 9-Point All Cross-Type AF System
  • Multi Shot Noise Reduction
  • Compatible with Canon EF and EF-S Lenses
Kamera DSLR Canon EOS 700D ini nantinya akan dijual dengan versi EOS 700D Body-only dan EOS 700D kit lens Canon EF-S 18-55 mm F/3,5-5,6 IS STM. Harga jual kamera inipun tergolong cukup tinggi dan bahkan hampir menyamai harga kamera DSLR Semi-pro Canon EOS 60D yang saat ini masih beredar.
Harga Resmi Kamera DSLR Canon EOS 700D :
  • Canon DSLR EOS 700D  (Body Only) = US$ 749.99
  • Canon DSLR EOS 700D  +  kit lens Canon EF-S 18-55 mm F/3,5-5,6 IS STM = US$ 899.99
  • Canon DSLR EOS 700D  +  kit lens Canon EF-S 18-135 mm F/3,5-5,6 IS STM = US$ 1.099.99
Sumber: http://www.jagatreview.com
Read More »

Peran Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013

0 komentar Diposting oleh A'an Setiawan at Selasa, Maret 26, 2013

“Peran Bimbingan dan Konseling Dalam Kurikulum 2013”. Itulah tema masukan pemikiran dari Masyarakat Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia, terkait dengan kegiatan pengembangan Kurikulum 2013 yang saat ini sedang digodok pemerintah.
Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa dalam Draft Pengembangan Kurikulum 2013, posisi dan keberadaan Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013 masih tampak samar-samar. Barangkali atas dasar itulah, sejumlah pakar dan praktisi Bimbingan dan Konseling yang tergabung dalam Masyarakat Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia tergerak rasa tanggungjawabnya untuk berpartisipasi dalam rangka mensukseskan Implementasi Kurikulum 2013.
Perlu diketahui Masyarakat Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia adalah sejumlah pakar dan praktisi Bimbingan dan Konseling yang berhimpun dalam:
  1. Himpunan Sarjana  Bimbingan dan Konseling Indonesia (HSBKI), unsur Himpunan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
  2. Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling Nasional  (MGBKN)
  3. Forum Komunikasi Jurusan/Program Studi  Bimbingan dan Konseling Indonesia (FK- JPBKI)
  4. Ikatan Bimbingan dan Konseling Sekolah (IBKS), divisi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)
  5. Ikatan Pendidik dan Supervisi Konseling (IPSIKON), divisi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN),
Mereka telah melakukan serangkaian diskusi yang intens sehingga berhasil merumuskan pokok-pokok pikiran penting terkait dengan Peran Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013 untuk dijadikan sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan Bimbingan dan Konseling.
Pokok-pokok pikiran tersebut mencakup:
  1. Hakikat Peminatan dalam Implementasi Kurikulum 2013
  2. Peran dan Fungsi Bimbingan dan Konseling dalam Implementasi Kurikulum 2013
  3. Eksistensi Bimbingan dan Konseling dalam Implementasi Kurikulum 2013
  4. Prinsip Dasar Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Implementasi Kurikulum 2013
  5. Kerangka Program Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013
  6. Pengembangan Pedoman Bimbingan dan Konseling
  7. Penyiapan Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor Profesional

Jika Anda ingin mengunduh materi masukan dari Masyarakat Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia tentang Peran Bimbingan dan Konseling Dalam Kurikulum 2013 ini, silahkan klik tautan di bawah ini:

(Catatan: materi ini  merupakan salah satu file dari 15 file yang  diperoleh dari Bapak Samsudin, M.Pd., Ketua Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling Nasional.)

Sumber: http://www.pendidikanindonesia.com
Read More »

Teknik-Teknik Dasar Konseling

0 komentar Diposting oleh A'an Setiawan at Selasa, Maret 26, 2013
Konseling merupakan suatu proses komunikasi antara konselor dan klien. Sebagai suatu proses komunikasi, konseling melibatkan keterampilan konselor dalam menangkap atau merespon pernyataan klien dan mengkomunikasikannya kembali kepada klien. Agar proses komunikasi tersebut efektif dan efisien, maka konselor hendaknya memiliki kemampuan dalam memberikan bantuan terhadap klien. Kemampuan tersebut yaitu keterampilan dan teknik-teknik berkomunikasi dengan klien.

Dalam berkomunikasi dengan klien, konselor hendaknya menggunakan respon-respon yang fasilitatif untuk tercapainya tujuan konseling.
Teknik-teknik dasar dalam konseling itu akan dijelaskan sebagai berikut.

a. Attending (perhatian/menghampiri konseli)
Attending adalah ketrampilan / teknik yang digunakan konselor untuk memusatkan perhatian kepada klien agar klien merasa dihargai dan terbina suasana yang kondusif sehingga klien bebas mengekspresikan / mengungkapkan tentang apa saja yang ada dalam pikiran, perasaan ataupun tingkah lakunya.
Contohnya posisi badan termasuk gerak isyarat dan ekspresi muka serta kontak mata.
b. Opening(pembukaan)
Opening adalah ketrampilan / teknik untuk membuka / memulai komunikasi dan hubungan konseling.
Hal ini dapat berupa menyambut kehadiran klien dan membicarakan topic netral dan sebagainya.
c. Empati
Merupakan suatu cara untuk menyatakan perasaan konselor terhadap permasalahan konseli, konselor seperti merasakan terhadap apa yang di rasakan konseli.
d. Rertatement(pengulangan)
Restatement adalah teknik yang digunakan konselor untuk mengulang / menyatakan kembali pernyataan klien ( sebagian atau seluruhnya ) yang dianggap penting.
e. Refleksi
Adalah teknik yang digunakan konselor untuk memantulkan perasaan / sikap yang terkandung dibalik pernyataan konseli.
f. Clafication(klarifikasi)
Clafication ( klarifikasi ) adalah teknik yang digunakan untuk mengungkapkan kembali isi pernyataan klien dengan menggunakan kata-kata baru dan segar. Contohnya pada intinya, pada dasarnya dll.
g. Paraphrasing
Merupakan teknik konselor dalam menangkap pesan yang tersirat di balik pembicaraan konseli.
h. Eksplorasi
Adalah suatu teknik / cara bagi konselor dalam menggali permasahan konseli secara lebih mendalam.
i. Konfrontasi(pertentangan)
Konfrontasi ketrampilan / teknik yang digunakan oleh konselor untuk menunjukan adanya kesenjangan, diskrepansi atau inkronguensi dalam diri klien kemudian konselor mengumpanbalikan kepada klien.
P. Interprestasi ( penafsiran )
Interprestasi adalah ketrampilan / teknik yang digunakan oleh konselor dimana atau karena tingkah laku klien ditafsirkan / diduga dan dimengerti dengan dikomunikasikan pada klien. Selain itu didalam interpretasi konselor menggali dan makna yang terdapat dibelakang kata-kata klien atau dibelakang perbuatan / tindakannya yang telah diceritakannya. Bertujuan membantu klien lebih memahami didiri sendiri bila mana klien bersedia mempertimbangkannya dengan pikiran terbuka.
j. Termination(pengakhiran)
Termination ( pengakhiran ) adalah ketrampilan / teknik yang digunakan konselor untuk mengakhiri komunikasi berikutnya maupun mengakhiri karena komunikasi konseling betul-betul telah “berakhir”.

Sumber: http://ardiatnawahyu.blogspot.com
Read More »

Senin, 25 Maret 2013

memahami white balance

0 komentar Diposting oleh A'an Setiawan at Senin, Maret 25, 2013
Sebuah benda berwarna putih akan tetap tampak putih di mata kita walau disinari cahaya kekuningan. Itu terjadi karena mata kita melakukan adaptasi, juga nalar kita membantu memberi tahu bahwa benda yang kita lihat berwarna putih. Namun, kalau benda berwarna putih itu disinari cahaya kekuningan lalu difoto, benda itu akan tampak berwarna kekuningan pada fotonya. Tidak putih lagi.
Hal itu terjadi karena kamera tidaklah berpikir. Dia hanya merekam apa adanya. Kalau putih akan dia rekam putih, dan kalau merah akan dia rekam merah. Kamera tidaklah peduli dari mana warna itu datang: apakah warna asli ataukah warna akibat cahaya yang datang.
Atas dasar inilah, dalam dunia fotografi digital dikenal adanya penyesuaian pada warna putih ini, yang dikenal dengan istilah white balance atau biasa disingkat WB. Penyesuaian ini dilakukan agar benda berwarna putih akan terekam putih dengan cahaya berwarna apa pun.
Keaslian warna sangat penting pada foto-foto yang membutuhkan akurasi warna seperti foto kain, lukisan, dan benda komersial lain.
Mengapa putih?
Alasan mengapa warna putih yang dipilih sebagai dasar koreksi adalah karena hanya warna ini yang absolut pada perubahan. Diberi cahaya kuning dia akan jadi kuning dan seterusnya. Sedangkan warna lain, kalau diberi warna kuning, akan berubah jadi warna baru yang sangat tidak terukur. Masalah terukur ini jadi penting karena kita perlu tolok ukur asli untuk mengoreksi agar warna bisa kembali ke aslinya. Hanya warna putih yang akurat. Tak ada putih muda, putih tua, putih kekuningan, atau putih kehijauan. Putih ya putih, titik.
Dalam sebuah kamera digital, ada fungsi pengaturan WB ( white balance ). Pengaturan ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan cahaya yang kita pakai. Kalau pengaturan benar, warna pada foto kita akan akurat.
Pada kamera amatir, pengaturan semata berdasarkan simbol-simbol. Pilihlah simbol matahari kalau cahaya yang menyinari foto kita adalah cahaya matahari. Pilihlah simbol lampu pijar kalau memang cahaya yang menyinari foto kita adalah cahaya dari lampu pijar, dan seterusnya.
Simbol-simbol lain adalah gambar neon untuk pencahayaan dengan lampu neon, gambar petir untuk pencahayaan dengan lampu kilat, gambar awan untuk pencahayaan pada cuaca berawan, serta gambar rumah yang sebagian tercahayai untuk foto di tempat teduh.
WB otomatis
Ada satu lagi pilihan, yaitu AWB (auto WB, atau WB otomatis) alias berdasarkan kesimpulan sang kamera. Hati-hati dengan pilihan AWB ini karena kamera bisa salah mengambil kesimpulan seperti terlihat pada Foto 2. Pada Foto 2A, cakram kuning terekam kuning pada AWB karena ada putih dan abu-abu yang jadi pembanding. Tapi manakala tidak ada pembanding alias kita memotret cakram kuning dalam jarak sangat dekat, cakram kuning itu akan direkam jadi putih oleh kamera yang diset AWB.
Pada kamera profesional, pengaturan WB bisa dilakukan dengan lebih akurat, yaitu dengan mengatur derajat Kelvin dari cahaya yang mencahayai foto kita. Cahaya matahari siang bersuhu sekitar 5.500 derajat Kelvin, cahaya neon sekitar 4.000 derajat Kelvin, cahaya lampu pijar sekitar 3.000 derajat Kelvin, dan seterusnya.
Kesalahan mengatur derajat Kelvin akan berpengaruh terhadap kesalahan warna pada foto kita. Misalnya kamera diset dengan 3.000 derajat Kelvin (lampu pijar), tapi dipakai memotret pada cahaya matahari, foto yang dihasilkan akan total berwarna kebiru-biruan.
Sebaliknya, kalau kamera diset untuk matahari (5.500 derajat Kelvin), tapi dipakai memotret dalam ruangan yang diterangi lampu pijar, foto yang dihasilkan akan kekuning-kuningan.
Maka, kalau foto kita kekuningan, artinya pengaturan derajat Kelvin kamera kita terlalu tinggi. Turunkanlah pengaturannya, misalnya dari matahari jadi neon, atau dari neon menjadi lampu pijar. Pada pengaturan profesional, kecilkan angka derajat Kelvinnya, misalnya dari 5.000 menjadi 3.000.
Demikian pula sebaliknya. Kalau foto kita kebiruan, ubahlah set kamera kita dari lampu pijar menjadi neon atau dari neon menjadi matahari. Dalam pengaturan profesional, naikkan angka derajat Kelvinnya, misalnya dari 3.000 menjadi 5.000.
Untuk fotografi panggung, pilihlah WB 5.500, alias sama dengan cahaya matahari, agar merah terekam merah dan biru terekam biru.
Pemotretan panggung memang umumnya permainan warna sehingga itu harus direkam apa adanya. Pemilihan WB 5.500 derajat Kelvin adalah titik pilihan agar semua rentang warna bisa terekam dengan baik.
Pada pemotretan pemandangan pagi, ada baiknya pengaturan sengaja dibuat salah. Cahaya pagi bersuhu sekitar 4.500 derajat Kelvin, maka kalau kamera diset ke cahaya matahari, hasil fotonya akan kekuningan. Suasana pagi terekam.
Tapi, untuk hasil yang lebih kuning lagi (kesan hangat), kamera bisa diset ke 6.000 atau bahkan 7.000 derajat Kelvin.

Sumber: http://citrastudio.com
Read More »

KONSEP DASAR KONSELING PERORANGAN

0 komentar Diposting oleh A'an Setiawan at Senin, Maret 25, 2013
A.  Pendahuluan
Globalisasi yang ditandai dengan kemajuan cepat serta mendunia di bidang infromasi dan teknologi dalam dua dasawarsa terakhir, telah berpengaruh terhadap peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi, dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran, serta cara-cara kehidupan yang berlaku dalam konteks global dan lokal. Kondisi ini “menuntut” individu untuk memiliki kualitas daya saing, daya suai, dan kompetensi yang tinggi.

Seiring dengan semakin meningkatnya tuntutan kuantitas dan kualitas hidup individu, permasalahan yang dihadapi mahasiswa juga semakin kompleks. Permasalahan dimaksud sering kali tidak cukup bahkan tidak mampu diatasi sendiri oleh mahasiswa. Ia juga tidak terselesaikan dengan tuntas hanya dengan diberi pelayanan dalam bentuk informasi dan nasihat. Mahasiswa memerlukan pelayanan yang secara sistematis mampu membantu mengentaskan masalah yang dihadapinya sehingga ia mampu mengembangkan dirinya ke arah peningkatan kualitas kehidupan efektif sehari-hari (effektive daily living).
Konseling perorangan merupakan salah satu jenis layanan yang dapat dilaksanakan oleh dosen wali untuk membantu mahasiswa dalam memecahkan  masalah yang dihadapi-nya.                 

B. Pengertian dan Prinsip Dasar
Konseling merupakan sistem dan proses bantuan untuk mengentaskan masalah yang terbangun dalam suatu hubungan tatap muka antara  dua orang individu (klien yang menghadapi masalah dengan konselor yang memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan).
Bantuan dimaksud diarahkan agar klien mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu tumbuh kembang ke arah yang dipilihnya, sehingga klien mampu mengembangkan dirinya secara efektif. Hubungan dalam proses konseling terjadi dalam suasana profesional dengan menyediakan kondisi yang kondusif bagi perubahan dan pengembangan diri klien. Konseling perorangan merupakan layanan konseling yang diselenggarakan oleh seorang konselor terhadap seorang klien dalam rangka pengentasan masalah klien.
Kerangka kerja konseling perorangan dilandasi oleh prinsip dasar sebagai berikut : (1) klien adalah individu yang memiliki kemampuan untuk memilih  tujuan, membuat keputusan, dan secara umum mampu menerima tanggung jawab dari tingkah lakunya, (2) konseling berfokus pada saat ini dan masa depan, tidak berfokus pada masa lalu, (3) wawancara merupakan alat utama dalam keseluruhan kegiatan konseling, (4) tanggung jawab pengambilan keuputusan berada pada klien, (5) konseling memfokuskan pada perubahan tingkah laku dan bukan hanya membantu  klien menyadari masalahnya.
Tujuan konseling adalah memfasilitasi klien agar terbantu untuk (1) menyesuaikan diri secara efektif terhadap diri sendiri dan lingkungannya, sehingga memperoleh kebahagiaan hidup, (2) mengarahkan dirinya sesuai dengan potensinya yang dimilikinya ke arah perkembangan yang optimal, (3) meningkatkan pengetahuan dan  pemahaman diri, (4) memperkuat motivasi untuk melakukan hal-hal yang benar, (5) mengurangi tekanan emosi melalui kesempatan untuk mengekspresikan perasaannnya  (6) meningkatkan pengetahuan dan kapasitas untuk mengambil keputusan yang efektif, dan (7) meningkatkan hubungan antar pribadi.

C. Asas Konseling
Kekhasan yang paling mendasar pelayanan konseling adalah hubungan interpersonal yang amat intens antara klien dan Konselor. Hubungan ini benar-benar sangat mempribadi, sehingga boleh dikatakan antara kedua pribadi itu “saling masuk-memasuki”. Konselor memasuki pribadi klien dan klien memasuki pribadi Konselor. Proses layanan konseling dikembangkan sejalan dengan suasana yang demikian, sambil di dalamnya dibangun kemampuan khusus klien untuk keperluan kehidupannya. Asas-asas konseling memperlancar proses dan memperkuat bangunan yang ada di dalamnya.

1. Asas Kerahasiaan
Tidak pelak lagi, hubungan interpersonal yang amat intens sanggup membongkar berbagai isi pribadi yang paling dalam sekalipun, terutama pada sisi klien. Untuk ini asas kerahasiaan menjadi jaminannya. Segenap rahasia klien yang terbongkar menjadi tanggung jawab penuh Konselor untuk melindunginya. Keyakinan klien akan adanya perlindungan yang demikian ini menjadi jaminan untuk suksesnya pelayanan.

2. Asas Kesukarelaan dan Keterbukaan
Kesukarelaan penuh klien untuk menjalani proses pelayanan konseling bersama Konselor menjadi buah dari terjaminnya kerahasiaan pribadi klien. Dengan demikian kerahasiaan-kesukarelaan menjadi unsur dwi-tunggal yang mengantarkan klien ke arena proses pelayanan konseling. Asas kerahasiaan-kesukarelaan akan menghasilkan keterbukaan klien. Klien self-referral pada awalnya dalam kondisi sukarela untuk bertemu dengan Konselor. Kesukarelaan awal ini harus dipupuk dan dikuatkan. Apabila penguatan kesukarelaan awal ini gagal dilaksanakan maka keterbukaan tidak akan terjadi dan kelangsungan proses layanan terancam kegagalan. Menghadapi klien yang non-self-referral tugas Konselor menjadi lebih berat, khususnya dalam mengembangkan kesukarelaan dan keterbukaan klien. Dalam hal ini, seberat
apapun pengembangan kesukarelaan dan keterbukaan klien. Dalam hal ini, seberat apapun pengembangan kesukarelaan dan keterbukaan itu harus dilakukan Konselor, apabila proses
konseling hendak dihidupkan.

3. Asas Keputusan Diambil oleh Klien Sendiri
Inilah asas yang secara langsung menunjang kemandirian klien. Berkat rangsangan dan dorongan Konselor agar klien berfikir, menganalisis, menilai, dan menyimpulkan sendiri; mempersepsi, merasakan dan bersikap sendiri atas apa yang ada pada diri sendiri dan lingkungannya; akhirnya klien mampu mengambil keputusan sendiri berikut menanggung resiko yang mungkin ada sebagai akibat keputusan tersebut. Dalam hal ini Konselor tidak memberikan syarat apapun untuk diambilnya keputusan oleh klien; tidak mendesak-desak atau mengarahkan sesuatu; begitu juga tidak memberikan semacam persetujuan ataupun konfirmasi atas sesuatu yang dikehendaki klien, meskipun klien memintanya. Konselor dengan tegas “membiarkan” klien tegak dengan sendirinya menghadapi tantangan yang ada. Dalam hal ini
bantuan yang tidak putus-putusnya diupayakan Konselor adalah memberikan semangat (dalam arah “kamu pasti bisa”) dan meneguhkan hasrat, memperkaya informasi, wawasan dan persepsi, memperkuat analisis atas antagonisme ataupun kontradiksi yang terjadi. Dalam hal ini suasana yang “memfrustasikan klien” dan sikap “tiada maaf” merupakan caracara spesifik untuk membuat klien lebih tajam, kuat dan tegas dalam melihat dan menghadapi tantangan.

4. Asas Kekinian dan Kegiatan
Asas kekinian diterapkan sejak paling awal Konselor bertemu klien. Dengan nuansa kekinianlah segenap proses layanan dikembangkan, dan atas dasar kekinian pulalah kegiatan klien dalam layanan dijalankan. Klien dituntut untuk benar-benar aktif menjalani proses perbantuan melalui pelayanan konseling, dari awal dan selama proses layanan, sampai pada periode pasca layanan. Tanpa keseriusan dalam aktivitas yang dimaksudkan itu dikhawatirkan
perolehan klien akan sangat terbatas, atau keseluruhan proses layanan itu menjadi sia-sia.

5. Asas Kenormatifan dan Keahlian
Segenap aspek teknis dan isi pelayanan konseling adalah normatif; tidak ada satupun yang boleh terlepas dari kaidahkaidah norma yang berlaku, baik norma agama, adat, hukum, ilmu, dan kebiasaan. Klien dan Konselor terikat sepenuhnya oleh nilai-nilai dan norma yang berlaku. Sebagai ahli dalam pelayanan konseling, Konselor mencurahkan keahlian profesionalnya dalam pengembangan pelayanan konseling untuk kepentingan klien dengan menerapkan segenap asas tersebut di atas. Keahlian Konselor itu diterapkan dalam suasana normatif terhadap klien yang sukarela, terbuka, aktif agar klien mampu mengambil keputusan
sendiri. Seluruh kegiatan itu bernuansa kekinian dan rahasia pribadi sepenuhnya dirahasiakan.

C. Komponen Konseling
1. Konselor
Konselor adalah seseorang yang karena kewenangan dan keahliannya memberi bantuan kepada klien. Dalam konseling perorangan, konselor menjadi aktor yang secara aktif mengembangkan proses konseling untuk mencapai tujuan konseling sesuai dengan prinsip-prinsip dasar konseling. Dalam proses konseling, selain menggunakan media verbal, konselor dapat juga menggunakan media tulisan, gambar, media elektronik, dan media pengembangan tingkah laku lainnya. Semua itu diupayakan konselor dengan cara-cara yang cermat dan tepat, demi terentaskannya masalah yang dialami klien.
 Untuk mengelola konseling secara efektif, seorang konselor dituntut memiliki seperangkat sifat kepribadian dan keterampilan tertentu. Meskipun dalam tartaran konsep berkembangan  pandangan yang bervariasi tentang konselor yang efektif, namun  mereka mengakui bahwa karakteristik pribadi dan perilaku konselor kontributif bagi  pembinaan relasi yang bermakna yang akan mendorong klien untuk berkembang.  Beberapa kompetensi pribadi yang signifikan untuk dimiliki oleh konselor  antara lain,   pengetahuan yang baik tentang diri sendiri (self-konwledge),  kompetens, kesehatan psikilogis yang baik, dapat dipercaya (trustworthtness), kejujuran, kekuatan atau daya (strength), kehangatan (warmth) pendengar yang aktif (active responsiveness), kesabaran,  kepekaan (sensitivity), kebebasan, dan kesadaran holistik. Kompetensi tersebut akan mendorong konselor untuk menjadi pribadi terapetik, yang antara lain dapat dideskripsikan  sebagai berikut. 
1.    Memiliki gagasan yang jelas mengenai keyakinan tentang hidup, manusia, dan masalah-masalah, kesadaran dan pandangan yang tepat terhadap peranannya, dan tanpa syarat memandang dan merespons klien sebagai pribadi
2.    Mampu mereduksi kecemasan, tidak tertekan, tidak menunjukan sikap bermusuhan, tidak membiarkan diri “menurun” kapasitanya.
3.    Memiliki kemampuan untuk hadir bagi orang lain, yang berupa kerelaan untuk ikut mengambil bagian dengan orang lain dalam suka duka mereka, hal mana timbul dari keterbukaan konselor terhadap masalah dan perasaan sendiri, sehingga dia sanggup menghayati dan menunjukkan empati dengan kliennya.
4.    Mengembangkan diri menjadi konselor yang otonom, melalui  pengembangan gaya konseling yang sesuai dengan kepribadiannya sambil terbuka untuk belajar dari orang lain, dan mempelajari  berbagai  konsep dan teknik  konseling, serta menerapkannya sesuai dengan konteks dan pribadinya.
5.    Respek dan apresiatif terhadap diri sendiri, artinya konselor harus memiliki suatu rasa harga diri yang kuat yang meyanggupkannya berhubungan dengan orang lain atas dasar hal-hal yang positif dari klien.
6.    Berorientasi untuk tumbuh dan berkembang, dalam pengertian berusaha untuk terbuka guna memperluas cakrawala wawasannya. Konselor tidak hanya merasa puas dengan apa yang ada dan berupaya mempertanyakan mutu eksistensinya, nilai-nilai, dan motivasinya, serta terus menerus berusaha memahami dirinya sendiri karena konselor hendak mendorong pemahaman diri itu dalam diri klien.

2. Klien                                          
Klien adalah seorang individu yang sedang mengalami masalah, atau setidak-tidaknya sedang mengalami sesuatu yang ingin  disampaikan kepada orang lain. Klien menanggung semacam beban, uneg-uneg, atau mengalami suatu kekurangan yang ia ingin isi, atau ada sesuatu yang ia ingin dan/atau perlu dikembangkan pada dirinya. Melalui konseling, klien menginginkan agar ia mendapatkan suasana fikiran yang jernih dan/atau perasaan yang lebih nyaman, memperoleh nilai tambah, hidup yang lebih berarti, dan hal-hal positif lainnya dalam menjalani hidup sehari-hari dalam rangka kehidupan dirinya secara menyeluruh.
Klien datang dan bertemu konselor dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang datang sendiri dengan kemauan kuat untuk menemui konselor (self-referal), ada yang datang dengan perantara orang lain, bahkan ada yang datang (mungkin terpaksa) karena didorong atau diperintah oleh pihak lain. Kedatangan klien bertemu konselor disertasi dengan kondisi tertentu yang ada pada klien. Apapun latar belakang kedatangan klien dan bagaimanapun kondisi klien, harus disikapi, diperhatikan, diterima, dan dilayani sepenuhnya oleh konselor.

3. Konteks Hubungan Konselor-Klien
Dalam konseling, hubungan konselor dengan klien berada dalam konteks hubungan membantu (helping relationship), yaitu hubungan untuk meningkatkan pertumbuhan, kematangan, fungsi, dan cara menghadapi kehidupan dengan memanfaatkan sumber-sumber internal pada pihak klien.
Karakteristik dinamika dan keunikan hubungan konselor-klien adalah sebagai berikut.



a. Afeksi.
Hubungan konselor dengan klien sejatinya lebih sebagai hubungan afeksi dari pada sebagai hubungan kognitif. Hubungan afeksi akan tercermin sepanjang proses konseling termasuk dalam melakukan eksplorasi terhadap persepsi dan perasaan-perasaan subyektif klien. Hubungan yang penuh afeksi ini dapat mengurangi rasa kecemasan dan ketakutan pada klien

b. Intensitas.
Hubungan konselor dengan klien dilakukan dengan penuh intensitas sehingga memfasilitasi klien untuk terbuka terhadap persepsinya. Tanpa adanya hubungan yang penuh intensitas ini hubungan konseling tidak akan mencapai pada tingkatan yang diharapkan. Dalam konteks ini, konselor perlu mengupayakan agar hubungannya klien dapat berlangsung secara mendalam sejalan dengan perjalanan hubungan konseling.

c. Pertumbuhan dan perubahan
Hubungan konseling berifat dinamis, terus berkembang menuju pertumbuhan dan perkembangan yang lebih optimal. Kedinamisan hubungan ini akan tercermin dari waktu ke waktu terjadi peningkatan hubungan konselor dengan klien, peningkatan pengalaman dan tanggung jawab klien.

d. Privasi
Pada prinsipnya dalam hubungan konseling perlu keterbukaan klien tentang masalahnya. Keterbukaan klien tersebut bersifat konfidensial, konselor harus menjaga kerahasiaan seluruh informasi tentang klien dan tidak dibenarkan mengemukakan secara transparan kepada siapaun tanpa seizin klien. Perlindungan jaminan ini adalah unik dan akan meingkatkan kemauan klien membuka diri.
e. Dorongan
Dalam hubungan konseling, konselor memberikan dorongan kepada klien untuk meningkatkan kemampuan dirinya dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Memberikan dorongan kepada klien untuk meningkatkan efektivitas perilakunya dan memotivasi untuk bertanggung jawab terhadap keputusannya.
f. Kejujuran
Hubungan konselor dengan klien didasari atas kejujuran dan keterbukaan. Dalam hubungan konseling tidak ada sandiwara dengan jalan menutupi kelemahan, atau mengatakan yang bukan sejatinya. Konseolor dan klien harus membangun hubungan secara jujur dan terbuka.

D.  Proses Konseling
Secara menyeluruh dan umum, proses konseling perorangan dari kegiatan paling awal sampai kegiatan akhir, terentang dalam lima tahap, yaitu : (1) tahap pengantaran (introduction), (2) tahap penjajagan (insvestigation), (3) tahap penafsiran (interpretation)` (4) tahap pembinaan (intervention), dan (5) tahap penilaian (inspection). Di antara kelima tahap itu tidak ada batas yang jelas, bahkan kelimanya cenderung tumpang tindih. Dalam keseluruhan proses layanan konseling perorangan, konselor harus menyadari posisi dan peran yang sedang dilakukannya.

1. Pengantaran
Proses pengantaran mengantarkan klien memasuki kegiatan konseling dengan segenap pengertian, tujuan, dan prinsip dasar yang menyertainya. Proses pengantaran ini ditempuh melalui kegiatan penerimaan yang bersuasana hangat, permisif, tidak menyalahkan, penuh pemahaman, dan penstrukran yang jelas. Apabila proses awal ini efektif, klien akan termotivasi untuk menjalani proses konseling selanjutnya dengan hasil yang lebih menjanjikan.

2. Penjajagan
Proses penjajagan dapat diibaratkan sebagai membuka dan memasuki ruang sumpek atau hutan belantara yang berisi hal-hal yang bersangkut paut dengan permasalahan dan perkembangan klien. Sasaran penjajagan adalah hal-hal yang dikemukakan klien dan hal-hal lain perlu dipahami tentang diri klien. Seluruh sasaran penjajagan ini adalah berbagai hal yang selama ini terpendam, tersalahartikan dan/atau terhambat perkembangannya pada diri klien.

3. Penafsiran
Apa yang terungkap melalui panjajagan merupakan berbagai hal yang perlu diartikan atau dimaknai keterkaitannya dengan masalah klien. Hasil proses penafsiran ini pada umumnya adalah aspek-aspek realita dan harapan klien dengan bebagai variasi dinamika psikisnya. Dalam rangka penafsiran ini, upaya diagnosis dan prognosis, dapat memberikan manfaat yang berarti.

4. Pembinaan (intervensi)
Proses pembinaan ini secara langsung mengacu kepada pengentasan masalah dan pengembangan diri klien. Dalam tahap ini disepakati strategi dan intervensi yang dapat memudahkan terjadinya perubahan. Sasaran dan strategi terutama ditentukan oleh sifat masalah, gaya dan teori yang dianut konselor, serta keinginan klien. Dalam langkah ini konselor dan klien mendiskusikan alternatif pengentasan masalah dengan berbagai konsekuensinya, serta menetapkan rencana tindakannya.

5. Penialaian
Upaya pembinaan melalui konseling diharapkan menghasilkan terentaskannya masalah klien. Ada tiga jenis penilaian yang perlu dilakukan dalam konseling perorangan, yaitu penialaian segera, penilaian jangka pendek, dan penialaian jangka panjang.
Penialian segera dilaksanakan pada setiap akhir sesi layanan, sedang penialaian  pasca layanan selama satu minggu sampai satu bulan, dan penialian jangka panjang dilaksanakan setelah beberapa bulan. Fokus penilaian segera diarahkan kepada diperolehnya informasi dan pemahaman baru (understanding), dicapaianya keringanan beban perasaan (comfort), dan direncanakannya kegiatan pasca konseling dalam rangka perwujudan upaya pengentasan masalah klien (action). Penilaian pasca konseling, baik dalam jangka pendek (beberapa hari) maupun jangka panjang mengacu kepada pemecahan masalah dan perkembangan klien secara menyeluruh.
Setiap penilaian, baik penilaian segera, jangka pendek, maupun jangka panjang, perlu diikuti tindaklajutnya demi keberhasilan klien lebih jauh. Tindak lanjut itu dapat berupa pemeliharaan kondisi, konseling lanjutan, penerapan teknik lain, atau berupa alih tangan kasus.

E. Waktu dan Tempat
Layanan konseling perorangan hakikatnya dapat dilaksanakan kapan saja dan di mana saja, atas kesepakatan konselor-klien, dengan memperhatikan (1) kenyamanan klien dan (2) terjaminnya asas kerahasiaan. Kondisi tempat layanan perlu mendapat perhatian tersendiri dari konselor. Selain kursi dan meja secukupnya, ruangan konseling dapat dilengkapi dengan tempat penyimpanan bahan-bahan seperti dokumen, laporan, dan buku-buku lain. Peralatan rileksasi dapat ditambahkan. Cahaya dan udara ruangan harus terpelihara. Dalam hal ini kondisi ruangan tempat layanan diselenggarakan menggambarkan kesiapan konselor memberikan pelayanan kepada klien.
Kapan layanan konseling perorangan dilaksanakan juga atas kesepakatan kedua pihak. Kepentingan klien diutamankan tanpa mengabaikan kesempatan dan kondisi konselor. Dalam hal konselor yang memiliki hak panggil atas klien perlu mengatur pemanggilan terhadap klien sehingga tidak menganggu kepentingan klien atau sedapat-dapatnya tidak menimbulkan kerugian apapun pada diri klien.
Jadwal ataupun janji untuk bertemu konselor ditepati dengan baik, pengingkarannya dapat berdampak negatif terhadap proses layanan konseling perorangan. Apabila jadwal atau janji untuk bertemu itu perlu diubah, maka klien harus diberitahu sebelum waktu yang dijadwalkan/dijanjikan tiba. Untuk sesi-sesi layanan konseling perorangan yang berlanjut (sesi kedua, ketiga, dsb) diperlukan ketetapan mengenai waktu dan tempat yang disepakai dan ditepai oleh kedua belah pihak.

Penutup
Layanan konseling perorangan merupakan upaya yang unik. Keunikannya itu bersumber pada diri klien, masalah yang dialami klien dengan berbagai keterkaitannya, serta diri konselor sendiri. Meskipun asas kekinian harus selalu menjadi perhatian konselor, dan hal-hal baru serta unik seringkali muncul dalam proses layanan, konselor sejak awalnya perlu mempersiapkan diri dan merencanakan layanan konseling perorangan. Kesiapan diri konselor secara profesional merupakan dasar profesional merupakan dasar dari suksesnya layanan konseling perorangan.

DAFTAR PUSTAKA
Anthony, Yeo. 2002. Counseling : a Problem Solving Approach. Singapore : Armour Publishing Pte Ltd.

Corey, Gerald. 2004. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Monterey, California : Brooks/Cole Publishing Company

Lesmana, J.M. 2005. Dasar-dasar Konseling. Jakarta : UI-Press

May Rollo.2003. The Art of Counseling. New Jersey : Prentice Hall, Inc

Prayitno. 2005. Konseling Pancawaskita. Padang : FIP Universitas Negeri Padang

Prayitno. 2005. Layanan Konseling Perorangan. Padang : FIP Universitas Negeri Padang


KONSEP DASAR BIMBINGAN KELOMPOK                                                                             DAN KONSELING KELOMPOK

DYP Sugiharto


A. Pendahuluan
Kiprah bimbingan dan konseling dewasa ini tidak lagi hanya terbatas pada lingkungan pendidikan sekolah, melainkan menjangkau seting luar sekolah dan masyarakat. Dalam era kesejagatan saat ini, individu dituntut agar selalu mengembangkan dan/atau memperbaiki kecakapannya dalam memilih informasi agar dapat mengambil keputusan secara tepat. Pengembangan dan/atau perbaikan kecakapan semacam ini perlu dilakukan secara terus menerus dalam bebagai aspek kehidupan melalui proses belajar sepanjang hayat. Konseling merupakan wahana pelayanan yang mampu memfasilitasi individu dan kelompok untuk menghadapi perubahan yang pesat dan ragam informasi yang amat kompleks.
Pelayanan konseling yang diluncurkan dengan kerangka kerja kelompok dapat berbentuk Layanan Konseling  Kelompok (KKp) atau Layanan Bimbingan Kelompok (BKp). Kondisi riil di lapangan menunjukkan adanya bahwa Layanan KKp dan/atau BKp ini semakin menjadi unggulan dan primadona dalam keseleruhan penyelenggaraan program konseling. Kondisi ini terjadi karena Layanan KKp dan/atau BKp memiliki beberapa keunggulan mendasar, antara lain : (1) membantu seseorang atau sejumlah orang yang tidak siap dan terbuka secara perorangan menemui konselor, (2) memfasilitasi individu atau sekelompok individu yang lebih berani berbicara dan terbuka saat bersama-sama temannya, (3) dapat melayani sejumlah orang dalam waktu yang bersamaan, (4) menimbulkan keakraban, membangun suasana saling percaya, saling membantu, dan empati diantara sesama anggota kelompok dan konselor, (5) menemukan alternatif pemecahan masalah yang lebih banyak dan bervariasi, karena mengemukanya berbagai pemikiran dari anggota, (6) praktis, dalam arti dapat dilakukan di mana saja, di dalam ruangan atau di luar ruangan, di sekolah atau di luar sekolah, di rumah salah seorang peserta atau dirumah konselor, di suatu kantor, atau di ruang praktik pribadi konselor.
Konsekuensi logis dari perspektif yang dideskripsikan di atas adalah adanya tuntutan pelayanan KKp dan atau BKp  yang profesional. Konseling, dalam bentuk perorangan atau kelompok, esensinya  merupakan proses bantuan untuk mengentaskan masalah yang terbangun dalam suatu hubungan tatap muka antara dua orang individu (klien yang mengahadapi masalah dengan konselor yang memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan). Bantuan dimaksud diarahkan agar klien mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu tumbuh kembang ke arah yang dipilihnya, sehingga klien mampu mengembangkan dirinya ke arah peningkatan kualitas kehidupan sehari-hari yang efektif (effektive daily living). Hubungan dalam proses konseling terjadi dalam suasana profesional dengan menyediakan kondisi yang kondusif bagi perubahan dan pengembangan diri klien.
Konseling profesional merupakan layanan terhadap klien yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan dapat dipertanggungjawabkan dasar keilmuan dan teknologinya. Penyelenggaraan konseling profesional bertitik tolak dari teori dan/atau pendekatan-pendekatan yang dijadikan sebagai dasar acuannya.
Implikasi dari tuntutan ini adalah, para calon konselor profesional perlu dipersiapkan melalui pembekalan terprogram untuk memperoleh pengalaman mengelola KKp dan/atau BKp secara langsung dengan sejumlah kelompok klien yang bervariasi.

B. Pengertian Dasar
Layanan Konseling Kelompok (KKp) dan/atau Bimbingan Kelompok (BKp) merupakan jenis layanan koseling yang mengikutkan sejumlah peserta dalam bentuk kelompok, dengan konselor sebagai pemimpin kelompok. Layanan ini mengaktifkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi pengembangan pribadi dan/atau pemecahan masalah individu yang menjadi peserta kegiatan kelompok.
Dalam BKp dibahas topik-topik umum yang menjadi kepedulian bersama anggota kelompok, sedangkan dalam KKp dibahas masalah pribadi yang dialami masing-masing anggota kelompok. Baik topik umum maupun masalah pribadi itu  dibahas melalui suasana dinamika kelompok yang intensif dan konstruktif. Layanan ini dapat dilakukan di mana saja, di dalam ruangan atau di luar ruangan, di sekolah atau di luar sekolah, di rumah salah seorang peserta atau dirumah konselor, di suatu kantor, atau di ruang praktik pribadi konselor. Di manapun kedua jenis layanan ini dilaksanakan, harus terjamin bahwa dinamika kelompok dapat berkembang dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan kelompok.


C. Tujuan
Tujuan umum layanan BKp dan/atau KKp adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi anggota kelompok, khususnya kemampuan dalam berkomunikasi.
Secara khususkhusus tujuan BKp dan KKp adalah sebagai berikut.
1.  BKp bertujuan membahas topik-topik tertentu yang  mengandung permasa-lahan actual dan menjadi perhatian anggota kelompok. Melalui dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topic-topik itu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap yang menunjang diwujudkannya tingkah laku yang lebih efektif. Dalam hal ini kemampuan berkomunikasi, verbal maupun non verbal, ditingkatkan.
2. KKp terfokus pada pembahasan masalah pribadi salah satu anggota kelompok secara bergantian. Melalui layanan kelompok yang intensif dalam upaya pemecahan masalah tersebut para anggota kelompok memperoleh dua tujuan sekaligus, yaitu :
a.  terkembangkannya perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap terarah pada ting-kah laku khususnya dalam bersosialisasi/komunikasi
b. terpecahkannya masalah individu yang bersangkutan dan diperolehnya imbasan pemecahan masalah tersebut bagi anggota kelompok yang lain.


C.  Tahap Bimbingan dan  Konseling Kelompok

1.  Tahap Pembentukan
    Tahap ini merupakan tahap pengenalan dan penjajakan, dimana  para peserta diharapkan dapat lebih terbuka menyampaikan harapan keinginan dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing anggota. Penampilan pemimpin kelompok pada tahap ini hendaknya benar-benar bisa meyakinkan anggota kelompok sebagai orang yang bisa dan bersedia membantu anggota kelompok mencapai tujuan yang diharapkan.
Dalam memulai pembentukan kelompok perlu adanya perencanaan yang matang. Oleh karena itu keberhasilan kelompok yang dibentuk tidak terlepas dari perencanaan dan pelaksanaan konseling kelompok itu sendiri. Berbagai ahli telah mengenali tahap-tahap perkembangan itu. Mereka memakai istilah yang kadang-kadang berbeda namun pada dasarnya mempunyai isi yang sama.

Beberapa tahapan dalam pembentukan kelompok adalah sebagai berikut.
a. Mengembangkan alasan-alasan pembentukan kelompok.
Alasan yang jelas dan terarah merupakan kunci yang paling penting dalam merencanakan pembentukan suatu kelompok.
b. Adanya konsep teori yang jelas yang mendasari pembentukan suatu kelompok.
Sebagai layanan profesional, dalam bimbingan dan konseling kelompokperlu adanya batasan dan kekuatan untuk membentuk suatu kelompok. Waldo (1985) mengungkapkan konsep teorinya melalui I / We /It. “I” sebagai individual yaitu interpersonal yang difokuskan pada kepercayaan, sikap dan perasaan tentang dirinya. “We” sebagai interpersonal yang menyangkut hubungan antara anggota kelompok. “It” sebagai dimensi ekstrapersonal yang menyangkut isu-isu, tugas-tugas atau menyangkut kelompok.
c. Mempertimbangkan kondisi kehidupan sehari-hari
Pembentukan suatu kelompok perlu mempertimbangkan hal-hal yang sifatnya spesifik, konkrit, dan tujuannya praktis serta prosedural. Pemimpin kelompok harus sensitif terhadap kondisi realita agar dapat mencegah reaksi-reaksi negatif dari para anggota kelompok.
d. Mempublikasikan kelompok umtuk mendapatkan anggota
Kelompok yang potensial yang mau bergabung diperlukan publikasi kelompok agar diketahui secara umum.
Pemimpin kelompok yang pandai melakukan pendekatan dengan memperkenalkan diri secara terbuka, menjelaskan prosesnya sebagai pemimpin kelompok dengan menggunakan komunikasi yang hangat dan bersahabat akan lebih mudah diterima oleh anggota dalam menjalankan kegiatan kelompok.
Pemimpin kelompok dalam tahap ini diharapkan juga harus pandai membaca situasi. Mungkin saja dalam situasi pembentukan ini keakraban dan keterikatan anggota kelompok belum terjalin. Bisa saja antara anggota yang satu dengan yang lainnya belum saling kenal mengenal.
Apabila keadaan seperti yang dikemukakan di atas memang dirasakan terjadi dalam kelompok, maka tugas pemimpin kelompok adalah membina suasana keakraban dan merangsang keterlibatan anggota dengan menumbuhkan semangat kebersamaan perasaan sekelompok. Bila masih dirasakan anggota kelompok masih enggan memikul tugas atau tanggung jawab, atau masih terjadi kebekuan suasana, maka pemimpin kelompok harus dapat merangsang dan mengarahkan anggota kelompok. Misalnya dengan menggunakan pertanyaan yang menyenangkan atau melalui permainan kelompok.
Berikut ini dikemukakan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan yang seharusnya dilakukan dalam tahap pembentukan:
a.    Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih atas kehadiran dan kesediaan anggota kelompok melaksanakan kegiatan.
b.    Berdoa secara bersama, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-Menjelaskan pengertian bimbingan kelompok atau konseling kelompok (disesuaikan dengan kegiatan apa yang direncanakan).
c.    Menjelaskan tujuan bimbingan kelompok atau konseling kelompok.
d.    Menjelaskan cara pelaksanaan bimbingan kelompok atau konseling kelompok.
e.    Menjelaskan asas-asas bimbingan dan konseling yaitu asas kerahasiaan, kesukarelaan, kegiatan, keterbukaan, kenormatifan.
f.    Melaksanakan  perkenalan dilanjutkan dengan permainan pengakraban.

2.    Tahap Peralihan atau Transisi
Tahap transisi adalah suatu tahap setelah proses pembentukan dan sebelum tahap kerja kelompok. Dalam kelompok yang diperkirakan berakhir 12-15 sesi, tahap transisi terjadi pada sesi kedua atau ketiga dan biasanya berlangsung satu samapai tiga pertemuan. Tahap ini terdiri dari dua bagian proses yang ditandai dengan ekspresi, sejumlah emosi dan interaksi anggota. Tahap transisi dimulai dengan periode kekacauan (storming) ada beberapa hal yang menjadi karakteristik dari storming yaitu berkaitan dengan hubungan antar teman, perlawanan, dan pemrosesan antar tugas, norma dan norming, ada perbedaan sekaligus hubungan antara konsep norma dan norming, norma adalah harapan-harapan tentang perilaku anggota kelompok yang harus atau tidak harus dilakukan. Fungsi norma kelompok adalah untuk mengatur penampilan kelompok sebagi unit yang terorganisir dan mengarahkannya dalam tujuan-tujuannya. Norming adalah perasaan akan “kekitaan”, identitas, kekelompokan, kesatuan yang muncul ketika individu-individu merasa sebagai anggota suatu asosiasi atau organisasi yang besar dari dirinya.
Secara operasional hakikat tahap ini merupakan transisi antara tahap pembentukan dengan tahap kegiatan. Pada tahap ini pemimpin kelompok sekali lagi harus jeli dalam melihat dan membaca situasi. Apabila masih terlihat gejala-gejala penolakan, rasa enggan,  salah paham, kurang bersemangat dalam melaksanakan kegiatan maka pemimpin kelompok tidak boleh binggung, apalagi berputus asa.
Menghadapi keadaan seperti di atas pemimpin kelompok hendaknya memiliki kepekaan yang tinggi melalui penghayatan indera dan penghayatan rasa. Tugas pemimpin kelompok menghadapi situasi seperti itu mendorong anggota kelompok secara sukarela membuka diri untuk mengikuti kegiatan kelompok. Penampilan pemimpin kelompok yang menggambarkan sikap yang tulus, wajar, hormat, hangat dan empati akan sangat membantu mencairkan suasana menuju tahap kegiatan.
Perlu diingat bahwa tahap kedua ini merupakan “jembatan” anatar tahap pertama dan tahap ketiga. Adakalanya untuk menempuh jembatan itu dapat dilalui dengan mudah, dan adakalanya ditempuh dengan sukar. Dalam keadan seperti ini pemimpin kelompok harus berhasil membawa anggota kelompok meniti jembatan itu dengan selamat. Kalau perlu beberapa hal pokok yang sudah dibahas pada tahap pertama dapat dibahas kembali seperti asas kerahasiaan, keterbukaan  dan seterusnya.
Tahap peralihan dapat dilaksanakan melalui langkah-langkah:
a.     Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya
b.    Menawarkan sambil mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya (tahap ketiga).
c.    Mambahas suasana yang terjadi
d.    Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota
e.    Kalau dipandang perlu, kembali ke beberapa aspek tahap pertama (tahap pembentukan)


3.  Tahap Kegiatan
Tahapan kegiatan merupakan tahap inti dari proses suatu kelompok dan merupakan kehidupan yang sebenarnya dari kelompok. Tahapan kegiatan selalu dianggap sebagai tahapan yang selalu produktif dalam perkembangan kelompok yang bersifat membangun (contructive nature) dan dengan pencapaian hasil yang baik (achievement of results) selama tahapan kerja hubungan anggota kelompok lebih bebas dan lebih menyenangkan. Hubungan antar anggota berkembang dengan baik (saling tukar pengalaman, membuka diri secara bebas, saling tanggap dan tukar pendapat, dan saling membantu). Dalam perkembangan kelompok, tahapan kegiatan merupakan kekuatan therapeutik seperti keterbukaan terhadap diri sendiri dan orang lain dan munculnya ide-ide baru yang membangun. Apapun yang menjadi tujuan, suatu kelompok yang sehat akan menampilkan keakraban, keterbukaan (self disclosure), umpan balik, kerja kelompok, konfrontasi dan humor. Perilaku-perilaku positif yang dinyatakan dalam hubungan interpersonal antar anggota akan muncul dalam hubungan sebaya (peer relationships).
Tahap ini sangat  menentukan keberhasilan kegiatan kelompok. Jika tahap sebelumnya berhasil dengan baik, maka tahap ini akan berlangsung dengan lancar.
Dalam BKp tahap ini diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan :
a.  Masing-masing  anggota  secara  bebas  mengemukakan   topik bahasan  (kelompok bebas); Pemimpin kelompok mengemukakan suatu topik untuk dibahas oleh kelompok (kelompok tugas).
b.  Menetapkan topik yang akan dibahas terlebih dahulu (kelompok bebas); Tanyan jawab antara anggota dan pemimpin kelompok tentang hal-hal yang  belum jelas, yang menyangkut topik yang dikemukakan pemimpin kelompok (kelompok tugas).
c.   Anggota membahas topik secara mendalam dan tuntas.
d.   Kegiatan selingan

Dalam KKp tahap ini diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan :
a.  Setiap anggota kelompok mengemukakan masalah pribadi yang perlu mendapat bantuan kelompok untuk pengentasannya.
b.  Kelompok memilih masalah mana yang hendak dibahas dan dientaskan pertama, kedua, ketiga, dst.
c. Klien (anggota kelompok yang masalahnya dibahas) memberikan gambaran yang lebih rinci mengenai masalah yang dialaminya.
d. Seluruh anggota kelompok aktif membahas masalah klien melalui berbagai cara, seperti  : bertanya, menjelaskan, mengkritisi, memberi contoh, mengemukakan  pengalaman pribadi, menyarankan.
e. Klien setiap kali diberi kesempatan untuk merespon apa-apa yang ditampilkan oleh rekan-rekan anggota kelompok.
f.   Kegiatan selingan

4.   Tahap Pengakhiran
Tahap pengakhiran secara keseluruhan merupakan akhir dari serangkaian pertemuan  kelompok. Keseluruhan pengalaman yang diperoleh anggota selama proses kerja ini memerlukan perhatian khusus dari pimpinan kelompok, terutama ketika kelompok hendak dibubarkan. Pembubaran kelompok secara keselruhan idealnya dilakukan setelah tujuan kelompok tercapai. Tetapi adakalanya terjadi lebih cepat dari yang direncanakan atau yang disebut pembubaran dini. Sesungguhnya pembubaran kelompok dalam proses layanan kelompok bimbingan dan konseling adalah proses alamiah yang harus disadari oleh pimpinan dan anggotaanggotanya, dan mereka diharapkan dapat mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin untuk menghadapi pembubaran itu. Oleh karena itu kegiatan utama anggota kelompok, menjelang kelompok dibubarkan adalah (1) membayangkan kembali pengalaman mereka selama kerja kelompok berlangsung. (2) memproses kembali ingatannya. (3) mengevaluasi. (4) mengakui dan mengakomodasikan perasaan-perasaan anggota kelompok dan mengakomodasikan perasaan-perasaan anggota yang saling  bertentangan dan (5) membantu anggota dalam membuat keputusannya secara kognitif untuk menghadapi masa depan. Oleh karena itu untuk mencapai sasaran pembubaran kelompok perlu diperhatikan beberapa hal diantaranya menyangkut persiapan dampak pembubaran terhadap anggota, kemungkinan pembubaran dini, prosedur pembubaran, masalah-masalah yang terkait dengan pembubaran dan hal-hal lain yang menyangkut tindak lanjut.
Sebagai tahap penutup dari kegiatan BKp dan/atau KKp. Tugas pemimpin kelompok dalam tahap ini adalah sebagai berikut.
a.   Mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri
b.  Pemimpin kelompok dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan.
c.   Membahas kegiatan lanjutan
d.   Mengemukakan pesan dan harapan
e.   Doa penutup

5. Evaluasi Kegiatan
Penilaian terhadap kegiatan konseling kelompok dapat dilakukan secara tertulis dimana para peserta diminta mengungkapkan perasaannya, harapannya, minat dan sikapnya terhadap berbagai hal, baik yang telah dilakukan selama kegiatan kelompok (yang menyangkut isi maupun proses) maupun kemungkinan keterlibatan mereka untuk kegiatan serupa selanjutnya. Pada tahap ini dilakukan tinjauan terhadap kualitas kegiatan kelompok dan hasil-hasilnya melalui pengungkapan kesan-kesan peserta. Kondisi UCA (Understanding Comfort Action) menjadi fokus penilaian hasil-hasil konseling kelompok. Penilaian dilakukan dalam tiga tahap yaitu penilaian segera (laiseg) dilakukan pada akhir setiap sesi layanan, penilaian jangka pendek (laijapen) dan penilaian janka panjang (laijapang).

Sumber: http://konselorindonesia.blogspot.com
Read More »
 
© 2012 SOFTECHNOGEEK | Modifikasi dan Publikasi Kodokoala. All Rights Reserved.